Selasa, 07 Desember 2021

 Biblioterapi

Oleh: Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog

Dirangkum dari :Treating child and adolescence aggression through Bibliotherapy (by Zipora Schetman, 2009)

Proses terapeutik/ pengobatan gangguan psikologi dengan menggunakan buku, bukanlah hal yang baru, penggunaan buku sebagai sarana terapi dimulai pada awal abad ke 20, ketika Crothes (1916) mengenalkan istilah ini.

Sebagain besar orang orang menyadari kekuatan terapeutik atau penyembuhan melaluii buku. Prose ini dapat  berlangsung ketika seseorang  fokus pada bacaanya/bukunya dan terbawa kedalam cerita yang disajikan oleh buku, atau ketika bagian dari buku tersebut muncul dalam sebuah film, dan kemudian orang tersebut merasa terlibat dengan karakter yang muncul di film . Dia merasa gembira atau sedih, menangis ketika karakter tersebut menderita, menginginkan yang terbaik  untuk suatu karakter dan ingin karakter yang jahat dihukum, pada akhirnya mereka mendapatkan pemahamam atau ide ide yang berguna untuk kehidupan mereka.

 

Istilah biblioterapi terdiri dari dua kata, yaitu biblio, yang berasal dari Kata Yunani  yang berarti biblus (buku), dan terapi, mengacu pada bantuan psikologis. Secara sederhana, dapat dinyatakan bahwa biblioterapi adalah penggunaan buku untuk membantu seseorang memecahkan masalah

masalah yang dihadapinya. Kamus Webster (1985, hlm. 148) mendefinisikan bibliotherapy sebagai '' panduan dalam'' menyelesaikan masalah pribadi melalui membaca.''  Definis yang lebih komprehensif menyatakan biblioterapi adalah bagian dari tehnik untuk menyusun interaksi antara fasilitator dan peserta  untuk sharing/ berbagi buku atau literatur.  Definisi lain mengungkapkan  bibliotherapy adalah penggunaan literatur dan puisi dalam terapi bagi  orang yang memiliki masalah emosional atau mental. Semua definisi di atas memiliki satu benang merah: Biblioterapi  melibatkan beberapa bentuk bacaan. Tapi tidak semua ahli setuju jika bacaannya harus fiksi atau nonfiksi (Pardeck, 1998), dan ada perbedaan yang jelas di antara terapis mengenai jumlah keterlibatan terapis/jumlah  dalam proses terapi.

 

Bnayaknya jumlah sesi terapi yang diperlukan berbeda beda. jeis buku bervariasi, dari buku buku yang dapat memotivasi, hingga buku yang bentuknya self-help. proses terapi adalah agen terapi utama, yang akan mengantarkan seseorang pada perubahan. keterlibatan terapis dalam aktivitas biblioterapi adalah sangat penting.

 

Perbedaan jumlah sesi terapi dalam terapi biblioterapi ini  sebagian besar dipengaruhi oleh orientasi teoritis terapis, apakah menggunakan pendekatan kognitif atau afektif. Terapis yang berorientasi pendekatan kognitif menganggap proses belajar sebagai mekanisme utama perubahan perilaku, bahan bacaan nonfiksi untuk mendidik individu ditetapkan sebagai cara  untuk memberikan treatment pada  orang yang memerlukan.

 

Biblioterapi dengan pendekatan Kognitif

Karena terapis kognitif menganggap proses belajar sebagai mekanisme utama perubahan, bahan bacaan yang sifatnya non fiksi, ditentukan sebagai sarana terapeutik/penyembuhan. Ini bisa berbetuk program tertulis, bahkan instruksi/kegiatan terapi program yang disusun melalui program komputer, bisa dikatakan sebagai bentuk terapi biblioterapi selama kegiatan ini membantu individu untuk meningkatkan fungsi mereka (yang terhambat karena permasalahan psikologis). Biasanya kegiatan ini sifatnya self-help (terapi yang di pimpin oleh diri sendiri) tanpa keterlibatan terapis atau minim ketrelibatan terapis.

 

Sebaliknya, biblioterapi afektif berasal dari teori psikodinamik yang dapat ditelusuri kembali ke Digmund Freud. Ini mengacu pada penggunaan bahan tertulis untuk mengungkap

pikiran, perasaan, dan pengalaman yang ditekan.  Proses ini diasumsikan terjadi ketika karakter (tokoh dalam buku ) menghadapi masalah, pembaca terlibat secara emosional ketika membaca problem karakter, hingga pembaca mendapatkan insight/ pemamahan atas situasi mereka (pembaca) sendiri. penekana proses terapeutik terletak pada

proses emosional yang terjadi ketika pembaca menanggapi permasalahan karakter (tokoh yang ada dibuku). Agar proses in terjadi, diperlukan buku fiksi jenis sastra, dimana buku sastra biasanya menghadirkan konflik, dilema yang membantu pembaca terhubung dengan karakter. Dalam proses terapi Sangat direkomendasikan untuk menggunakan buku sastra berkualitas bagus, dengan karakter kompleks, yang memungkinkan pembaca menemukan insight/pemahaman atas masalah yang dihadapi. Proses biblioterapi afektif memerlukan bantuan terapis untuk memak setiap proses yang dialami pembaca ketika pembaca mulai menyelami karakter karakter dalam buku.

 

Asumsi dasar terapi kognitif-perilaku adalah bahwa semua perilaku dipelajari, dan karena itu dapat dipelajari kembali dengan bimbingan yang tepat. Dengan demikian, pendekatan biblioterapi bergantung pada proses belajar sebagai katalis utama perubahan perilaku. biblioterapi kognitif adalah proses belajar dari  sumber bacaan yang berkualitas agar manfaat terapeutik . Pada prinsipnya, biblioterapi kognitif adalah intervensi  yang bersifat self-help di mana, yang ditandai dengan tidak adanya atau minimanya peran terapis  dalam proses terapeutik.

Ada ribuan buku yang sifatnya self-help beredar di pasaran dan banyak digunakan orang orang sebagai self help, tetapi tidak setiap buku self-help dianggap biblioterapi. Buku self help dapat dikatakan sebagai biblioterapi bila disertai dengan adanya program dari terapis.

 

Biblioterapi dengan pendekatan Afektif.

Sebagaian besar biblioterapi yag diberikan pada anak merupakan biblioterapi afektif. Biblioterapi afektif menggunakan cerita fiksi dan literatur berkualitas lainnya. buku tersebut  membantu pembaca terhubung dengan pengalaman emosional dan situasi yang mereka hadapi melalui proses identifikasi. Berbeda dengan kognitif biblioterapi, biblioterapi afektif dipengaruhi oleh teori psikodinamik, yang dikaitkan dengan beberapa tokoh psikodinamik seperti  Sigmund dan Anna Freud.

 

Asumsi dasar dalam afektif biblioterapi adalah, bahwa orang menggunakan mekanisme pertahanan, seperti represi, untuk melindungi diri dari rasa sakit. Ketika pertahanan seperti itu sering diaktifkan,  seseorang menjadi tidak dapat memaknai pengalaman emosionalnya, tidak menyadari perasaan sebenarnya yang mereka alami, dan tidak mampu menyelesaikan masalah dengan konstruktif. cerita yang ada didalam buku membantu dalam menawarkan kesadaran tentang masalah pribadi  yang dihadapi.  Proses ini menumbuhkan rasa aman pada klien, karena mereka tidak langsung berhadapan dengan  isu-isu sensitif, isu-isu yang mengancam mereka, dan mungkin terlalu menyakitkan jika masalah tersebut dipaparkan langsung pada mereka.

 Asumsi lain dari biblioterapi afektif adalah bahwa mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan merefleksikan emosi merupakan komponen penting dari proses terapeutik. Melalui identifikasi dengan karakter sastra, individu dihadapkan pada berbagai emosi, di mana mereka dapat mengenali sesuatu dalam diri mereka sendiri, sehingga terhubung kembali dengan emosi mereka sendiri.

buku buku yang berkualitas tinggi mampu menyajikan banyak pemikiran dan emosi manusia yang dapat diidentifikasi oleh klien/pembaca.

  Biblioterapi Oleh: Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog Dirangkum dari :Treating child and adolescence aggression through Bibliother...