Selasa, 26 Oktober 2021

 

Bermain Sebagai Sarana Terapeutik Bagi Anak

Oleh : Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog

 Anak-anak perlu mengembangkan berbagai keahlian untuk mengoptimalkan perkembangan mereka

dan mengelola stres . Penelitian menunjukkan kesempatan bermain dengan orang tua dan teman sebaya, baik untuk meningkatkan perkembangan sosial-emosional, kognitif, bahasa dan regulasi diri yang mengembangkan fungsi eksekutif dan prososil di otak. Selanjutnya kesempatan bermain membantu mengembangkan hubungan yang aman dan stabil dengan pengasuh, dimana hubungan yang aman dan stabil penting untuk tumbuh kembang anak. Bermain pada anak adalah hal yang penting karena meningkatkan fungsi dan struktur otak dan meningkatkan perkembangan fungsi eksekutif otak (misalnya proses pembelajaran,bukan hasil belajar).

 

Kurangnya kesempatan bermain (dalam suasana santai dan menyenangka), dapat menimbulkan stress pada anak anak. Hampir semua spesies mahluh hidup mengembangkan keterampilan bermain. Bermain menyediakan kesepatan bago mahlluk hidup untuk mengembangkan keterampilan yang membantu mereka mengembangkan keterampilan bertahan hidup dan reproduksi. Bermain menjadi sarana yang memfasilitasi kesemptana belajar, situasi bermain yang menyenangkan membuat proses belajar lebih mudah untuk diikuti oleh anak anak. Pada manusia, perkembangan keterampilan bermain mengikuti tahapan perkembangan usia. Secara singkat dapat terlihat di tabel berikut :



 

BERMAIN SEBAGAI SARANA TERAPEUTIK

Bermain sebagai sarana terapeutik telah dikenal dengan sebutan terapi bermain/play therapy. Terapi bermain adalah bentuk psikoterapi yang menggunakan permainan untuk membantu anak-anak mengatasi masalah kesehatan emosional dan mental. Dengan menggunakan media bermain, anak-anak dapat mengeksplorasi perasaan mereka dan membaginya dengan terapis atau orang tua.

Terkadang orang dewasa sulit untuk membicarakan permasalahan mereka,  dan anak-anak mungkin merasa lebih sulit untuk melakukan hal  ini.

 

 Bermain adalah cara yang sangat alami di mana seorang anak menjelajahi dunia, dan menemukan solusi untuk masalah sehari-hari. Bermain saja juga bisa menjadi katarsis bagi anak.

 

Dengan 'memainkan' pengalaman hidup dan mengeksplorasi perasaan melalui permainan, anak-anak dapat membuat jarak yang aman dari masalah mereka sehingga mereka dapat memahami dan menerimanya, tanpa merasa dihakimi atau dipaksa untuk berubah.

 

Dalam terapi bermain, penekanannya adalah pada anak dan apa yang terbaik untuk mereka. Dalam terapi bermain, anak diberikan otonomi  untuk mengambil kendali kembali atas hidup mereka dan menyelesaikan apa pun yang menyebabkan penderitaan bagi mereka, dengan kemampuan mereka sendiri, dan melalui media yang nyaman, alami, dan akrab.

Bermain membantu terapis memahami kebutuhan anak melalui pendekatan non-direktif. Terapi bermain juga dapat digunakan selain bentuk penilaian psikologis lainnya. Terkadang, terapis juga dapat menggunakan seni bersama dengan permainan untuk mengungkap emosi anak. Terapi bermain dapat digunakan untuk membantu anak-anak berusia tiga tahun ke atas.

 

Referensi

1.       https://www.whiteswanfoundation.org/mental-health-matters/understanding-mental-health/playing-to-heal-how-does-play-therapy-work

2.       https://pediatrics.aappublications.org/content/142/3/e20182058

3.       Intervensi Non-Klinis untuk anak berkebutuhan khusus (Lisfarika Napitupulu, Yulia Herawati, Tity Hastuty)

Senin, 25 Oktober 2021

 ASSEMEN FUNGSIONAL/ FUNCTIONAL ASSESSMENT

Oleh : Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog

Dikutip dari: Behaviour modification: Principles and modification, 4th edition  (Raymond G. Miltenberger)

 

Salah satu prinsip dasar analisis perilaku adalah bahwa perilaku itu benar/lawful. terlepas dari apakah perilaku itu diinginkan atau tidak diinginkan. kemunculan perilaku dikendalikan oleh variabel lingkungan, yaitu antecedent, consequence.

 

Penilaian fungsional/ Functional assessment adalah proses mengumpulkan informasi tentang antecedent, consequence yang secara fungsional terkait dengan terjadinya perilaku bermasalah. Ini memberikan informasi yang membantu kita untuk  menentukan mengapa masalah perilaku sedang terjadi. Perhatikan contoh berikut :      

“Jakob, anak laki-laki berusia 2 tahun, tinggal bersama ibu dan kakaknya yang berusia 4 tahun. Ibunya memiliki bisnis penitipan anak di rumahnya dan merawat 10-15 anak kecil lainnya, yang dititipkan para orangtua. Selama berinteraksi dengan anak anak tersebut, Jacob memperlihatkan beberapa permasalahan perilaku seperti : melempar benda, membenturkan kepalanya lantai, dan merengek. Ibunya khawatir tentang masalah Jacob dan setuju untuk berpartisipasi dalam eksperimen modifikasi perilaku, yang dilakukan oleh seorang mahasiswa pascasarjana psikologi bernama Rich, untuk mencoba mengurangi perilaku bermasalah Jacob.

 Langkah pertama yang dilakukan Rich adalah melakukan penilaian fungsional (Functional assessment) untuk menentukan mengapa Jacob memiliki perilaku ini.

Pertama, Rich mewawancarai ibu Jacob dan mengajukan pertanyaan tentang masalahnya perilaku,pengaturan kegiatan di daycare , peristiwa yang mendahului kemunculan perilaku bermasalah jacob, konsekuensi dari lingkungan ketika jacob memunculkan perilaku tersebut terlibat dalam perilaku bermasalah, perilaku lain yang ditampilkan jacob, treatmen apa saja yang pernah diterima jacob sebelumnya.

Kedua, (Setelah melakukan wawancara), Rich mengamati Jacob di lokasi penitipan anak. Observasi dilakukan selama beberapa hari, sampai Rich memperoleh kesimpulan (antecedent dan consequences yang berkaitan dengan perilaku Jacob).

Dari hasil observasi dan wawancara, Rich mengembangkan sebuah hipotesis terkait dengan perilaku bermasalah Jacob. Dia memutuskan bahwa :

Jacob  cenderung menampilkan perilaku bermasalah ketika di penitipan anak, ketika anak anak lain mengambil mainannya atau mencoba bermain dengan mainannya, dan sebagai reaksinya Jacob membenturkan kepala, merengek, atau melempar mainan. Melihat perilaku Jacob ini, anak-anak lain  akan berhenti bermain dengan mainannya dan mengembalikan mainan itu kepadanya.

Rich berhipotesis bahwa penguat/reinforcer  untuk perilaku bermasalah Jacob adalah  anak-anak lain memberikan Jacob kembali mainannya ketika Jacob mulai membenturkan kepala, merengek.

Untuk menentukan apakah hipotesis ini benar, Rich melakukan eksperimen singkat. Untuk beberapa hari, dia meminta anak-anak lain di penitipan anak untuk tidak menyentuh mainan Jacob, dan pada hari-hari lain, dia meminta anak-anak untuk bermain dengan mainan Jacob tetapi untuk memberikan mainan kembali kepadanya segera  ketika Jacob menampilkan perilaku bermasalah (membenturkan kepala dsb).

 


Rich menemukan jika Jacob jauh lebih mungkin untuk menampilkan perilaku bermasalah pada hari-hari ketika anak-anak lain bermain dengan mainannya. Namun perilaku tersebut tidak muncul pada hari hari, dimana anak anak tidak menggunakan mainan Jacob. Lebih jauh lagi, hasil eksperimen ini menegaskan bahwa penguat untuk perilaku bermasalah  Jacob adalah bahwa anak-anak lain mengembalikan mainannya segera setelah Jacon menampilkan perilaku bermasalah.

Treatment yang diberikan untuk Jacob adalah dengan mengajarinya  untuk meminta anak-anak lain untuk memberi kembali mainannya ketika mereka mengambilnya. Meminta mainan adalah perilaku yang secara fungsional setara dengan perilaku bermasalah. Hal ini mengajarkan Jacob cara laian untuk mendapatkan benda miliknya degan cara yang lebih positif, dan ketika Jacob melakukan ini, Anak-anak yang meminjam mainannya mengembalikan mainan kepadanya. Namun, bila Jacob menunjukkan perilaku agresif (meminta dengan cara sebelumnya), dia tidak mendapatkan mainannya .


 Berikut beberapa hal yang berhubungan dengan asesmen fungsional


Bersambung...


Selasa, 19 Oktober 2021

 
Pola Perkembangan Atipikal pada Anak

Oleh Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog

Referensi :
Special educational need in the early years by Ruth A Wilson (1998)

Istilah Atipikal dalam mendefinikasian anak berkebutuhan khusus mengacu  pada range keterlambatan /hambatan perkembangan yang dialami oleh anak yang lahir dalam kondisi prematur hingga anak yang mengalami gangguan berat dan beragam. dengan demikian, pola perkembangan atipikal mewakili  kelompok yang sangat heterogen/beragam. Istilah anak yang berkembang secara  atipikal memiliki makna yang sama dengan anak berkebutuhan khusus, yaitu anak anak yang mengalami hambatan perkembangan dibandingkan dengan teman sebayanya

Anak anak dengan berkebutuhan khusus memiliki urutan perkembangan yang sama dengan anak anak non berkebutuhan khusus, yang berbeda adalah usia dimana keterampilan itu dikembangkan. Hal ini karena hambatan yang dialami anak menghalangi anak untuk mencapai keterampilan tertentu. Contoh nyata adalah seorang anak yang mengalami kecacatan tuli/tunarungu dimana anak tidak akan pernah mampu membedakan suara yang diperdengarkan kepadanya.

 Pola perkembangan atipikal dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum, yaitu:

1.      Keterlambatan (delay)

Anak anak berkebutuhan khusus dapat mengalami satu atau kombinasi dari kondisi ini. Banyak anak dengan keterlambatan perkembangan dan/atau gangguan memenuhi syarat untuk mendapatkan layanan pendidikan khusus, atau layanan akadmik lainnya. Penting untuk dicatat,  keikutsertaan anak dalam program intervensi dini dapat  meminimalkan dampak keterlambatan dan/atau gangguan yang dialami anak.

menentukan apakah anak mengalami keterlambatan perkembangan jika dibandingkan dengan usia kronologisnya, memerlukan instrumen pengukuran yag valid dan reliabel. Dari skor yang diperoleh, dari alat ukur tadi kemudian dapat ditentukan skor standar deviasi, untuk mengetahui berapa besarnya penyimpangan dari Mean/rata rata. ini adalah model penilaian yang didasarkan pada kurva normal.

Terlepas dari bagaimana mengukur keterlambatan anak, hal yang penting untuk ditindaklanjuti adalah bagaimana menyediakan program pendidikan yang diperlukan untuk mendukung perkembangan anak. Program semacam itu harus dirancang

untuk meminimalkan tingkat keterlambatan perkembangan anak.

 

2.      Gangguan-gangguan (disorders),

Istlah disorder/gangguan  mengacu pada suatu kondisi

yang mengganggu atau mengubah urutan kemajuan perkembangan anak. Dalam konteks tumbuh kembang anak, Istilah disorder dan delay memilki perbedaan, Anak yang mengalami delay, adalah anak yang mengalami keterlambatan perkembangan, namun perkembanganya masih berlanjut sesuai dengan urutan perkembangan yang normal. Namun anak yang mengalami Disorder/ gangguan, tidak akan mengalami urutan perkembangan yang sama dengan anak non berkebutuhan khusus (dalam berbagai aspek tumbuh kembang ). Agar aspek tumbuh kembang yang engamai gangguan tadii dapat berkembang, maka memerlukan proses yang berbeda/ proses lain. Misalnya anak yang memiliki masalah motorik serius, sehingga ia tidak bisa berjalan, maka  agar dapat dapat tetap bergerak, ia harus belajar menggunakan tongkat atau kursi roda. Contoh lain, pada anak yang mendapatkan diagnosa autis non verbal, dimana kemampuan komunikasi verbal tidak akan berkembang seperti anak anak pada umumnya, agar dapat berkomunikasi ia belajar menggunakan alat komunikasi bantu visual.Program intervensi tidak dapat menghilangkan gangguan itu sendiri,namun dapat meminimalkan dampak negatif. Program intervensi bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif gangguan  terhadap perkembangan anak.

 

3.      Berbakat/ Gifted                        

Anak anak berbakat adalah anak anak yang memiliki kemampuan yang secara signifikan berbeda dengan anak seusianya. Ada beberapa karakteristik anak anak berbakat, yaitu :

memiliki kosakata yang banyak, memiliki rasa ingin tahu yang luas, memiliki ingatan yang baik, mampu berkonsentrasi dalam jangka waktu lama, menikmati tantangan untuk menyelesaikan masalah, belajar cepat, terkesan dewasa. Program intervensi untuk anak anak berbakat mengakomodir aspek kognitif, kraetif, dan emosi. Anak anak gifted yang tidak mendapatkan penanganan terintegrasi beresiko mnegmbangkan konsep diri yang rendah, mengalami masalah perilaku, gagal mewujudkan potensi yang dimiliki.

Intervensi dini untuk anak  yang berbakat harus mencakup kegiatan dan materi yang meningkatkan kreativitas, mempromosikan proses kognitif yang lebih tinggi, melibatkan anak dalam pemecahan masalah dan penyelidikan, dan mempromosikan perkembangan afektif dan sosial.

 

Kondisi yang beresiko

Adalah kondisi yang dapat menempatkan anak dalam kondisi kekhususan (mengalami keterlambatan atau gangguan). Secara umum. Factor resiko yang dapat menjadikan anak mengalami gangguan dan keterlambatan dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:

1. Biological risk

Mencakup kondisi-kondisi di mana terdapat riwayat

komplikasi dan/atau kekhawatiran pada  kondisi prenatal, perinatal, neonatal, atau perkembangan awal. Prenatal mengacu pada waktu pembuahan hingga kelahiran,

sementara perinatal mengacu pada waktu segera sebelum, selama, dan segera setelah lahir. Neonatal merupakan periode dari lahir sampai 30 hari, sedangkan perkembangan awal mengacu pada beberapa tahun pertama kehidupan. Komplikasi atau masalah selama periode ini sering terjadi   karena adanya  cedera pada sistem saraf pusat. Anak-anak dengan risiko biologis termasuk mereka yang lahir prematur, mereka yang beratnya rendah ketika dikandungan, dan mereka yang sebelum lahir

terpapar zat berbahaya (misalnya, obat-obatan, alkohol, dll.)

2.           Establised risk refers to medical/neurological disorder

mengacu pada gangguan medis dan/atau neurologis, misalnya  kondisi seperti sindrom Down dan sindrom Fragile X.

Kondisi ini sering memiliki etiologi yang diketahui (sumber) dan pola perkembangan yang relatif dapat diprediksi yang terkait dengan beberapa tingkat keterlambatan perkembangan.

3.           Environmental risk

Risiko lingkungan mengacu pada situasi dan kondisi di lingkungan anak

yang cenderung mengganggu perkembangan yang sehat. Contoh termasuk gizi buruk,

pelecehan fisik atau psikologis, dan kondisi yang biasanya terkait dengan hidup dalam kemiskinan.

 

 

Jumat, 01 Oktober 2021

Psikologi Abnormal dan Psikopatologi

Pendekatan Psikologis dalam memahami perilaku Abnormal


Oleh: Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog

Taken from :Abnormal Psychology :11th edition (Anna M Kring;Sheri L. Johnson;Gerald Davison;John M Neale) penerbit John Wiley Johonson.


"Pendekatan psikologi dalam memahami perilaku abnormal dimulai dengan serangkaian praktik klinis yang dilakukan oleh beberapa ahli seperti mesmer, Charcot, Breur, dan diikuti kemudian dengan pendekatan psikoanalisis yang dikembangkan oleh Sigmund Freud"

Bagian I : Memahami gangguan psikologis berdasarkan pengalaman Mesmer, Charcot & Breur.

Selama abad 18 belas di eropa barat, banyak orang yang mengalami histeria diamati oleh beberapa ahli kesehatanmental pada masa itu. perhatian mereka terutam tertujua pada histeria yang muncul dalam bentuk lumpuh (paralisis) dan kebutaan (blindness), dimana gejala ini tidak disebabkan karena permasalahan fisik (bukan karena penyebab medis). salah satu ahli yang memiliki ketertarikan terhadap masalah ini adalah Anton mesmer  (1734-1815

),s eorang dokter yang berasal dari autsria dan berpraktik wina dan paris pada akhir abad ke 18. Ia percaya jika histeria disebabkan oleh adanya distribusi tertentu dari cairan magnetik universal didalam tubuh manusia. selain itu dia percaya jika seseorang dapat mempengaruhi cairan yang ada dalam tubuh seseorang, sehingga terjadinya perubahan perilaku.

 

sesi pertemuan mesmer dengan passien terkesan mistis. Dia akan meminta pasien duduk disekitar bak kayu tertutup, yang dilemngkapi dengan beragai batang kayu (visualisasi bak kayu mesmer dapat anda browsing di internet). ketika mesmer berada dekat pasien, dia akan menyentuhkan batang kayu tersebut ke bagian tubuh pasien yang sakit. Batang-batang tersebut dipercaya dapat memancarkan animal magnetism dan mengatur distribusi magnet universalcairan, sehingga menghilangkan gangguan histeris.

Sesi selanjutnya, mesmer hanya akan melihat pasien (tidak menggunakan tongkat untuk menyentuh pasien)

 

Apa yang dilakukan mesmer untuk menyembuhkan pasien seringkali dianggap meragukan , namun pada kenyataannya dimasa itu, tindakan mesmer, banyak membantu orang untuk pulih dari gangguan histeria.

 Meskipun Mesmer berpendapat histeria berkaitan dengan sebab biologis, namun ia kemudia dianggap sebagai praktisi hipnosis. kata mesmer kemudian memiliki sinonim dengna hipnosis. Dalam bidaya kuno, fenomena ini dikenal dekat dengan ilmu sihir/praktik sihir. oleh karen aitu, pada masanya , mesmer dianggap sebagai dukun oleh rekan sejawatnya. Namun dalam perkembangan perkembangan berikutnya,hipnosis berkembang cukup pesat.  seorang ahli saraf di Paris  Jean Martin Charcot (1825-1893) juga mempelajari keadaan histeris. lewat hipnosis.

 Mengingat kedudukan Charcot dalam masyarakat Paris, pendapatnya terhadap hipnosis sebagai salah satu metode pengobatan yang layak untuk histeria membantu perawatan ini diterima lebih baik di kalangan professional medis dari waktu ke waktu.

 

Note :

Animal magnetism adalah suatu kekuatan yang dianggap tidak berwujud atau misterius yang dikatakan mempengaruhi manusia. Istilah ini digunakan oleh dokter Jerman Franz Anton Mesmer untuk menjelaskan prosedur hipnosis yang ia gunakan dalam perawatan pasien.Mesmer percaya bahwa Animal magnetism  adalah kekuatan gaib atau cairan tak kasat mata yang memancar dari tubuh manusia dan bahwa, secara lebih umum, kekuatan itu menembus alam semesta, terutama berasal dari bintang-bintang.

 

Josef Breuer dan Metode Katarsis

Josef Breuer, an Austrian physician and

physiologist, collaborated with Freud in the

early development of psychoanalysis.

 Pada abad ke 19 , seorang dokter Wina,

Josef Breuer (1842–1925), merawat seorang wanita muda, yang identitasnya disamarkan dengan nama Anna O.dimana dia memiliki beberapa gejala  histeris, misalnya kelumpuhan parsial, gangguan penglihatan dan pendengaran, dan, seringkali mengalami kesulitan berbicara. dia juga terkadang menunjukkan kegaja yang tidak terkoneksi dengan lingkungan sekitar (seperti bermimpi), atau sibuk dengan fikirannya sendiri.

 

 Pada  satu sesi perawatan, Breuer menghipnotisnya dan

mengulangi kembali beberapa kata-kata yang diucapkan wanita itu. Dalam kondisi terhipnosis, wanita tersebut dapat berbicara lebih bebas, dan mampu mengungkapkan peristiwa emosional yang dia alami dimasa kecilnya. Ketika wanita ini terbangun dari hipnosis, perasaannya menjadi lebih baik. Breuer menamakan proses in sebagai katarsis, suatu keadaan dimana seseorang melepaskan beban emosionalnya, dan setelah itu menjadi nyaman. Proses katarsis menurutnya bekerja lebih baik ketika seseorang berada dalam kondisi terhipnotik, dimana pasien dapat dengan bebas mengungkapkan segala tekanan emosional yang dihadapi. Pada tahun berikunya, Breuer bersama sejawatnya yang lebih muda,   Sigmund Freud (1856–1939), bersama-sama menerbitkan Studies in Hysteria, sebagian didasarkan pada

kasus Anna O. Dekade berikutnya, Kasus Anna O. menjadi salah satu kasus klinis paling terkenal  terkait dengan psikoanalitik

 

Sebuah kontradiksi kemudian terungkat  lewat sejarah Henri Ellenberger (1972) yang mengunkapkan Anna O tidak benar  benars embuh dengan setelah mendapat pengobatan hipnosis, kesembuhannya hanya bersifat sementara.

 Catatan rumah sakit yang ditemukan oleh Ellenberger menegaskan bahwa Anna O.terus menggunaka morfin untuk meredakan masalah "histeris" yang menurut Breuer  telah mampu dihilangkan dengan katarsis.

 

 


  Biblioterapi Oleh: Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog Dirangkum dari :Treating child and adolescence aggression through Bibliother...