Pendekatan Behaviourisme dan Depresi
Oleh Lisfarika
Napitupu, M.Psi., Psikolog
Pendekatan
Behaviorisme dikenal lewat penelitiannya pada awal abadabad ke-20, para
behavioris pada masa awal lebih banyak melakukan penelitian hingga tahun
1930-1940, dimana pada tahun ini, mereka mulai berfikir mengenai penyakit
mental dan psikoterapi.
Behavioris,
berpendapat jika perilaku manusia tidak ada hubungannya dengan konflik bawah
sadar , represi, atau masalah dengan representasi objek. Sebaliknya,
psikolog dengan pendekatan behavioris
menggunkaan prinsip teori belajar untuk menjelaskan perilaku manusia.
Menurut teori perilaku, perilaku disfungsional
atau tidak membantu seperti depresi muncul karena perilaku tersebut
dipelajari.Misanya gangguan psikologi depresi. Behavioris berpendapat jika
depresi muncul karena ada proses belajar, dan karena itu depresi juga dapat di
sembuhkan melalui proses belajar.
Pada pertengahan
1970-an, Peter Lewinsohn berpendapat bahwa depresi disebabkan oleh kombinasi
stresor di lingkungan seseorang dan kurangnya keterampilan pribadi/personal
skills.
Lebih khusus
lagi, stresor lingkungan menyebabkan seseorang menerima positive reinforcement
yang sedikit. Menurut teori belajar, menerima positive reinforcement
meningkatkan kemungkinan orang akan mengulangi jenis tindakan yang telah mereka
lakukan yang membuat mereka menerima penguatan /reinforcement tersebut. Dengan
kata lain, orang akan cenderung mengulangi perilaku yang diperkuat. Misalnya,
banyak orang datang ke tempat kerja secara teratur untuk menerima gaji, anak
anak menjadi rajin belajar karena mereka akan mendapat nilai yang bagus.
melalui contoh tersebut, dapat dikatakan jika , bekerja dan belajar adalah
perilaku yang dimotivasi oleh uang, tunjangan, dan nilai bagus (positive
reinforcement )
Menurut
Lewinsohn, orang yang depresi justru adalah orang-orang yang tidak tahu
bagaimana menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak lagi mendapatkan positive
reinforcement seperti sebelumnya. Misalnya, seorang anak yang baru pindah ke
rumah baru dan akibatnya kehilangan kontak dengan teman-teman sebelumnya
mungkin tidak memiliki keterampilan sosial yang diperlukan untuk mendapatkan
teman baru dengan mudah dan dapat menjadi depresi. Demikian pula, seorang pria
yang telah dipecat dari pekerjaannya dan mengalami kesulitan menemukan
pekerjaan baru mungkin menjadi depresi. kedua contoh ini menunjukkan jika
hilangnya positive reinforcement, berkontribusi bagi munculnya depresi.
Selain itu,
orang yang depresi biasanya memiliki kesadaran diri yang tinggi tentang
kurangnya keterampilan mengatasi masalah, yang sering membuat mereka mengkritik
diri sendiri dan menarik diri dari orang lain (misalnya, orang yang depresi
mungkin menghindari fungsi sosial dan mendapatkan penguatan yang lebih sedikit
daripada sebelumnya. ).
Lebih buruk lagi, perilaku depresif semakin
diperkuat
ketika anggota
keluarga dan jaringan sosial mengasihani mereka dan memberi mereka dukungan
khusus karena mereka "sakit". Sebagai contoh, beberapa pasangan
mungkin merasa kasihan pada pasangan mereka yang depresi dan mulai melakukan
tugas-tugas mereka untuk mereka, sementara orang yang depresi berbaring di
tempat tidur. Jika orang yang depresi tidak senang melakukan tugas-tugas itu di
tempat pertama, tetap tertekan untuk menghindari keharusan melakukan
tugas-tugas itu mungkin mulai tampak bermanfaat. Penelitian menunjukkan jika
teori Lewinsohn menjelaskan perkembangan depresi beberapa individu, namun tidak
menjelaskan bagaimana depresi berkembang pada pasien depresi yang lain.
Umumnya,
behavioris tidak terlalu memperhatikan pemikiran, persepsi, evaluasi, atau
harapan orang dan sebaliknya hanya berfokus pada perilaku eksternal dan
langsung yang dapat diamati dan diukur. hal
ini bukan karena behaviorist tidak menyadari peran perasaan dan pikiran
internal sebagai penyebab depresi, tetapi karena mereka menganggapnya relatif
tidak relevan dengan proses mempengaruhi perilaku (untuk menjadi depresi),
dan perasaan dan pikiran internal tersebut terlalu sulit untuk diukur secara akurat. Namun bantahan terhadap ide
ini dijawab melalui adanya penelitian yang mengungkap jika peristiwa internal
seperti persepsi, harapan, nilai, sikap, evaluasi pribadi diri dan orang lain,
ketakutan, keinginan, dan lain lain, dapat
mempengaruhi perilaku, dan penting untuk diperhitungkan saat melakukan
terapi. Implikasi temuan ini berakibat pada kurang populernya pendekatan behavior.
Referensi
https://www.mentalhelp.net/depression/psychology-behavioral-theories/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar