Jumat, 12 November 2021

 Pendekatan Behaviourisme dan Depresi

Oleh Lisfarika Napitupu, M.Psi., Psikolog

 Pendekatan Behaviorisme dikenal lewat penelitiannya pada awal abadabad ke-20, para behavioris pada masa awal lebih banyak melakukan penelitian hingga tahun 1930-1940, dimana pada tahun ini, mereka mulai berfikir mengenai penyakit mental dan psikoterapi.

Behavioris, berpendapat jika perilaku manusia tidak ada hubungannya dengan konflik bawah sadar , represi, atau masalah dengan representasi objek. Sebaliknya, psikolog  dengan pendekatan behavioris menggunkaan prinsip teori belajar untuk menjelaskan perilaku manusia.

 Menurut teori perilaku, perilaku disfungsional atau tidak membantu seperti depresi muncul karena perilaku tersebut dipelajari.Misanya gangguan psikologi depresi. Behavioris berpendapat jika depresi muncul karena ada proses belajar, dan karena itu depresi juga dapat di sembuhkan melalui proses belajar.

Pada pertengahan 1970-an, Peter Lewinsohn berpendapat bahwa depresi disebabkan oleh kombinasi stresor di lingkungan seseorang dan kurangnya keterampilan pribadi/personal skills.

Lebih khusus lagi, stresor lingkungan menyebabkan seseorang menerima positive reinforcement yang sedikit. Menurut teori belajar, menerima positive reinforcement meningkatkan kemungkinan orang akan mengulangi jenis tindakan yang telah mereka lakukan yang membuat mereka menerima penguatan /reinforcement tersebut. Dengan kata lain, orang akan cenderung mengulangi perilaku yang diperkuat. Misalnya, banyak orang datang ke tempat kerja secara teratur untuk menerima gaji, anak anak menjadi rajin belajar karena mereka akan mendapat nilai yang bagus. melalui contoh tersebut, dapat dikatakan jika , bekerja dan belajar adalah perilaku yang dimotivasi oleh uang, tunjangan, dan nilai bagus (positive reinforcement )

Menurut Lewinsohn, orang yang depresi justru adalah orang-orang yang tidak tahu bagaimana menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak lagi mendapatkan positive reinforcement seperti sebelumnya. Misalnya, seorang anak yang baru pindah ke rumah baru dan akibatnya kehilangan kontak dengan teman-teman sebelumnya mungkin tidak memiliki keterampilan sosial yang diperlukan untuk mendapatkan teman baru dengan mudah dan dapat menjadi depresi. Demikian pula, seorang pria yang telah dipecat dari pekerjaannya dan mengalami kesulitan menemukan pekerjaan baru mungkin menjadi depresi. kedua contoh ini menunjukkan jika hilangnya positive reinforcement, berkontribusi bagi munculnya depresi.

 

Selain itu, orang yang depresi biasanya memiliki kesadaran diri yang tinggi tentang kurangnya keterampilan mengatasi masalah, yang sering membuat mereka mengkritik diri sendiri dan menarik diri dari orang lain (misalnya, orang yang depresi mungkin menghindari fungsi sosial dan mendapatkan penguatan yang lebih sedikit daripada sebelumnya. ).

 Lebih buruk lagi, perilaku depresif semakin diperkuat

ketika anggota keluarga dan jaringan sosial mengasihani mereka dan memberi mereka dukungan khusus karena mereka "sakit". Sebagai contoh, beberapa pasangan mungkin merasa kasihan pada pasangan mereka yang depresi dan mulai melakukan tugas-tugas mereka untuk mereka, sementara orang yang depresi berbaring di tempat tidur. Jika orang yang depresi tidak senang melakukan tugas-tugas itu di tempat pertama, tetap tertekan untuk menghindari keharusan melakukan tugas-tugas itu mungkin mulai tampak bermanfaat. Penelitian menunjukkan jika teori Lewinsohn menjelaskan perkembangan depresi beberapa individu, namun tidak menjelaskan bagaimana depresi berkembang pada pasien depresi yang lain.

Umumnya, behavioris tidak terlalu memperhatikan pemikiran, persepsi, evaluasi, atau harapan orang dan sebaliknya hanya berfokus pada perilaku eksternal dan langsung yang dapat diamati dan diukur. hal  ini bukan karena behaviorist tidak menyadari peran perasaan dan pikiran internal sebagai penyebab depresi, tetapi karena mereka menganggapnya relatif tidak relevan dengan proses mempengaruhi perilaku (untuk menjadi depresi), dan  perasaan dan pikiran internal  tersebut terlalu sulit untuk diukur  secara akurat. Namun bantahan terhadap ide ini dijawab melalui adanya penelitian yang mengungkap jika peristiwa internal seperti persepsi, harapan, nilai, sikap, evaluasi pribadi diri dan orang lain, ketakutan, keinginan, dan lain lain, dapat  mempengaruhi perilaku, dan penting untuk diperhitungkan saat melakukan terapi. Implikasi temuan ini berakibat pada kurang populernya pendekatan behavior.

 

Referensi

https://www.mentalhelp.net/depression/psychology-behavioral-theories/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Biblioterapi Oleh: Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog Dirangkum dari :Treating child and adolescence aggression through Bibliother...