Selasa, 07 Desember 2021

 Biblioterapi

Oleh: Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog

Dirangkum dari :Treating child and adolescence aggression through Bibliotherapy (by Zipora Schetman, 2009)

Proses terapeutik/ pengobatan gangguan psikologi dengan menggunakan buku, bukanlah hal yang baru, penggunaan buku sebagai sarana terapi dimulai pada awal abad ke 20, ketika Crothes (1916) mengenalkan istilah ini.

Sebagain besar orang orang menyadari kekuatan terapeutik atau penyembuhan melaluii buku. Prose ini dapat  berlangsung ketika seseorang  fokus pada bacaanya/bukunya dan terbawa kedalam cerita yang disajikan oleh buku, atau ketika bagian dari buku tersebut muncul dalam sebuah film, dan kemudian orang tersebut merasa terlibat dengan karakter yang muncul di film . Dia merasa gembira atau sedih, menangis ketika karakter tersebut menderita, menginginkan yang terbaik  untuk suatu karakter dan ingin karakter yang jahat dihukum, pada akhirnya mereka mendapatkan pemahamam atau ide ide yang berguna untuk kehidupan mereka.

 

Istilah biblioterapi terdiri dari dua kata, yaitu biblio, yang berasal dari Kata Yunani  yang berarti biblus (buku), dan terapi, mengacu pada bantuan psikologis. Secara sederhana, dapat dinyatakan bahwa biblioterapi adalah penggunaan buku untuk membantu seseorang memecahkan masalah

masalah yang dihadapinya. Kamus Webster (1985, hlm. 148) mendefinisikan bibliotherapy sebagai '' panduan dalam'' menyelesaikan masalah pribadi melalui membaca.''  Definis yang lebih komprehensif menyatakan biblioterapi adalah bagian dari tehnik untuk menyusun interaksi antara fasilitator dan peserta  untuk sharing/ berbagi buku atau literatur.  Definisi lain mengungkapkan  bibliotherapy adalah penggunaan literatur dan puisi dalam terapi bagi  orang yang memiliki masalah emosional atau mental. Semua definisi di atas memiliki satu benang merah: Biblioterapi  melibatkan beberapa bentuk bacaan. Tapi tidak semua ahli setuju jika bacaannya harus fiksi atau nonfiksi (Pardeck, 1998), dan ada perbedaan yang jelas di antara terapis mengenai jumlah keterlibatan terapis/jumlah  dalam proses terapi.

 

Bnayaknya jumlah sesi terapi yang diperlukan berbeda beda. jeis buku bervariasi, dari buku buku yang dapat memotivasi, hingga buku yang bentuknya self-help. proses terapi adalah agen terapi utama, yang akan mengantarkan seseorang pada perubahan. keterlibatan terapis dalam aktivitas biblioterapi adalah sangat penting.

 

Perbedaan jumlah sesi terapi dalam terapi biblioterapi ini  sebagian besar dipengaruhi oleh orientasi teoritis terapis, apakah menggunakan pendekatan kognitif atau afektif. Terapis yang berorientasi pendekatan kognitif menganggap proses belajar sebagai mekanisme utama perubahan perilaku, bahan bacaan nonfiksi untuk mendidik individu ditetapkan sebagai cara  untuk memberikan treatment pada  orang yang memerlukan.

 

Biblioterapi dengan pendekatan Kognitif

Karena terapis kognitif menganggap proses belajar sebagai mekanisme utama perubahan, bahan bacaan yang sifatnya non fiksi, ditentukan sebagai sarana terapeutik/penyembuhan. Ini bisa berbetuk program tertulis, bahkan instruksi/kegiatan terapi program yang disusun melalui program komputer, bisa dikatakan sebagai bentuk terapi biblioterapi selama kegiatan ini membantu individu untuk meningkatkan fungsi mereka (yang terhambat karena permasalahan psikologis). Biasanya kegiatan ini sifatnya self-help (terapi yang di pimpin oleh diri sendiri) tanpa keterlibatan terapis atau minim ketrelibatan terapis.

 

Sebaliknya, biblioterapi afektif berasal dari teori psikodinamik yang dapat ditelusuri kembali ke Digmund Freud. Ini mengacu pada penggunaan bahan tertulis untuk mengungkap

pikiran, perasaan, dan pengalaman yang ditekan.  Proses ini diasumsikan terjadi ketika karakter (tokoh dalam buku ) menghadapi masalah, pembaca terlibat secara emosional ketika membaca problem karakter, hingga pembaca mendapatkan insight/ pemamahan atas situasi mereka (pembaca) sendiri. penekana proses terapeutik terletak pada

proses emosional yang terjadi ketika pembaca menanggapi permasalahan karakter (tokoh yang ada dibuku). Agar proses in terjadi, diperlukan buku fiksi jenis sastra, dimana buku sastra biasanya menghadirkan konflik, dilema yang membantu pembaca terhubung dengan karakter. Dalam proses terapi Sangat direkomendasikan untuk menggunakan buku sastra berkualitas bagus, dengan karakter kompleks, yang memungkinkan pembaca menemukan insight/pemahaman atas masalah yang dihadapi. Proses biblioterapi afektif memerlukan bantuan terapis untuk memak setiap proses yang dialami pembaca ketika pembaca mulai menyelami karakter karakter dalam buku.

 

Asumsi dasar terapi kognitif-perilaku adalah bahwa semua perilaku dipelajari, dan karena itu dapat dipelajari kembali dengan bimbingan yang tepat. Dengan demikian, pendekatan biblioterapi bergantung pada proses belajar sebagai katalis utama perubahan perilaku. biblioterapi kognitif adalah proses belajar dari  sumber bacaan yang berkualitas agar manfaat terapeutik . Pada prinsipnya, biblioterapi kognitif adalah intervensi  yang bersifat self-help di mana, yang ditandai dengan tidak adanya atau minimanya peran terapis  dalam proses terapeutik.

Ada ribuan buku yang sifatnya self-help beredar di pasaran dan banyak digunakan orang orang sebagai self help, tetapi tidak setiap buku self-help dianggap biblioterapi. Buku self help dapat dikatakan sebagai biblioterapi bila disertai dengan adanya program dari terapis.

 

Biblioterapi dengan pendekatan Afektif.

Sebagaian besar biblioterapi yag diberikan pada anak merupakan biblioterapi afektif. Biblioterapi afektif menggunakan cerita fiksi dan literatur berkualitas lainnya. buku tersebut  membantu pembaca terhubung dengan pengalaman emosional dan situasi yang mereka hadapi melalui proses identifikasi. Berbeda dengan kognitif biblioterapi, biblioterapi afektif dipengaruhi oleh teori psikodinamik, yang dikaitkan dengan beberapa tokoh psikodinamik seperti  Sigmund dan Anna Freud.

 

Asumsi dasar dalam afektif biblioterapi adalah, bahwa orang menggunakan mekanisme pertahanan, seperti represi, untuk melindungi diri dari rasa sakit. Ketika pertahanan seperti itu sering diaktifkan,  seseorang menjadi tidak dapat memaknai pengalaman emosionalnya, tidak menyadari perasaan sebenarnya yang mereka alami, dan tidak mampu menyelesaikan masalah dengan konstruktif. cerita yang ada didalam buku membantu dalam menawarkan kesadaran tentang masalah pribadi  yang dihadapi.  Proses ini menumbuhkan rasa aman pada klien, karena mereka tidak langsung berhadapan dengan  isu-isu sensitif, isu-isu yang mengancam mereka, dan mungkin terlalu menyakitkan jika masalah tersebut dipaparkan langsung pada mereka.

 Asumsi lain dari biblioterapi afektif adalah bahwa mengidentifikasi, mengeksplorasi, dan merefleksikan emosi merupakan komponen penting dari proses terapeutik. Melalui identifikasi dengan karakter sastra, individu dihadapkan pada berbagai emosi, di mana mereka dapat mengenali sesuatu dalam diri mereka sendiri, sehingga terhubung kembali dengan emosi mereka sendiri.

buku buku yang berkualitas tinggi mampu menyajikan banyak pemikiran dan emosi manusia yang dapat diidentifikasi oleh klien/pembaca.

Senin, 15 November 2021

 Extinction dalam Modifikasi perilaku

Oleh : Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog

Ilustrasi I :

Setiap Senin, Rabu, dan Jumat, Rae menghadiri kelas modifikasi perilakunya pada pukul 8 pagi.  Namun, setiapk harinya, tepat sebelum kelas  dimulai  dia berhenti di mesin kopi, memasukkan satu dolar ke dalam mesin, menekan tombol, dan mengambil kopinya. Suatu hari, dia

berjalan ke mesin, memasukkan uangnya, dan menekan tombolnya, tetapi tidak ada yang terjadi, kopi nya tidak muncul. Dia menekan tombol lagi, dan tidak ada yang terjadi. Dia menekan tombol lebih keras dan lebih keras dankemudian membanting tombol beberapa kali, tetapi kopi yang seharusnya muncul tetap tidak muncul. Akhirnya, dia menyerah dan berjalan ke kelas tanpa kopinya. Selama beberapa waktu, ia tidak membeli kopi dari mesin tersebut. Kemudian suatu saat, dia mencoba mesin kopi tersebut, namun hal yang sama terjadi kembali (kopinya tidak muncul) . Sejak saat itu, dia tidak pernah mencoba membeli kopi melalui mesin itu dan  sebagai gantinya, dia membeli kopi di toko lain, yang ia temuai saat perjalanannya kesekolah.

 

Ilustrasi II:

Setiap malam ketika Greg pulang kerja, dia masuk ke gedung apartemennya melalui pintu darurat di belakang karena pintu itu dekat dengan apartemennya dan dia tidak harus berjalan jauh-jauh ke pintu depan. Manajer apartemen, dimana apafrtemennya berada, tidak ingin orang menggunakan pintu ini kecuali dalam keadaan darurat, jadi dia memasang kunci baru di pintu. Hari itu, ketika Greg pulang kerja, dia memutar kenop pintu darura, tetapi pintu tidak terbuka. Dia memutar kenop lagi, tetapi tidak ada yang terjadi. Dia mulai berputar kenop lebih keras dan menarik pintu lebih keras, tetapi tetap tidak terjadi apa-apa. Pada akhirnya dia berhenti dan berjalan ke pintu depan. Greg mencoba masuk melalui pintu itu lagi beberapa hari kemudian ketika dia pulang kerja, tapi tetap saja tidak bisa dibuka. Akhirnya, dia berhenti mencoba masuk melalui pintu darurat.

 

Ilustrasi III

Setiap malam, Amanda yang berusia 4 tahun menangis sebelum tidur selama 10-15 menit, kemudian orang tuanya datang ke kamarnya, menenangkannya dan berbicara pada amanda hingga  Amanda tertidur. Dengan melakukan itu, orang tuanya secara tidak sengaja (tanpa disadari) memperkuat tangisannya (perilaku menangis sering muncul di malam malam berikutnya). Setelah berbicara dengan dokter anak, orang tuanya memutuskan untuk tidak pergi ke kamarnya atau berbicara dengannya ketika dia menangis sebelum tidur. Malam pertama orangtuanya menerapkan perilaku ini, amanda  menangis hingga 25 menit lamanya, perilaku ini terjadi hingga pada akhir minggu, dan  Amanda berhenti menangis ama sekali.

 

contoh diatas mengikustrasikan bagaimana extinction bekerja.

 Definisi extinction dapat diuraikan melalui proses sebagai berikut :

1. Sebuah perilaku yang sebelumnya telah diperkuat

2. tidak lagi menghasilkan konsekuensi yang menguatkan

3. dan, oleh karena itu, perilaku tersebut berhenti terjadi di masa yang akan datanng/tidak terulang lagi.

 

Extintion Burst

Salah satu ciri dari proses extinction adalah bahwa untuk sekali waktu perilaku yang tidak lagi diperkuat akan terjadi dengan peningkatan frekwensi, intensitas dan durasi, hingga akhirnya perilaku tersebut berhenti (Lerman & Iwata, 1995).

 Dalam contoh pertama, ketika Rae tidak mendapatkan kopinya, dia menekan tombol di mesin kopi berulang kali (meningkatkan frekuensi), dan kemudian mendorongnya lebih keras dan lebih keras (meningkatkan intensitas) sebelum akhirnya menyerah. Ketika Greg menemukan pintu belakang ke gedung apartemennya tidak mau terbuka, dia memutar pegangan dan menarik kenop pintu beberapa kali(meningkatkan frekuensi), dan dia menarik kenop pintu lebih keras (meningkatkan intensitas)sebelum akhirnya menyerah. Peningkatan frekuensi, durasi, atau intensitas perilaku paksa yang tidak terkendali selama proses extintion  disebut ledakan extinction.

  Extinction burst merupakan fenomena penting untuk mengurangi masalah perilaku. Extinction burst telah diteliti oleh sejumlah peneliti. Misalnya, Lerman dan Iwata (1995) mereview penelitian terdahulu mengenai penggunaan extinction. Dia menemukan jika. extinction burst terbukti dalam 24% studi. Mereka mengidentifikasikan extinction burst meningkat diawal tehnik extinction diterapkan. Lerman, Iwata, dan Wallace (1999) meneliti penggunaan tehnik ini dalam 41 kasus perilaku melukai diri sendiri selama 9 tahun pada program treatment mereka. Mereka menemukan jika  extinction burst meningkat diawal perilaku  pada 39% kasus dan terjadinya peningkatan perilaku agresif pada 22% kasus.

  

Menariknya, extinction burst lebih mungkin terjadi pada perilaku yang sebelumnya mendapatkan penguat negatif dari pada perilaku yang mendapatkan penguat positif. extinction burst lebih mungkin terjadi ketika tehnik extinction digunakan sendiri, tanpa dikombinasikan dengan tehnik lain.

 

Referensi

Behavior modification : principles and modification ( Raymond G Miltenberger)

Jumat, 12 November 2021

 Pendekatan Behaviourisme dan Depresi

Oleh Lisfarika Napitupu, M.Psi., Psikolog

 Pendekatan Behaviorisme dikenal lewat penelitiannya pada awal abadabad ke-20, para behavioris pada masa awal lebih banyak melakukan penelitian hingga tahun 1930-1940, dimana pada tahun ini, mereka mulai berfikir mengenai penyakit mental dan psikoterapi.

Behavioris, berpendapat jika perilaku manusia tidak ada hubungannya dengan konflik bawah sadar , represi, atau masalah dengan representasi objek. Sebaliknya, psikolog  dengan pendekatan behavioris menggunkaan prinsip teori belajar untuk menjelaskan perilaku manusia.

 Menurut teori perilaku, perilaku disfungsional atau tidak membantu seperti depresi muncul karena perilaku tersebut dipelajari.Misanya gangguan psikologi depresi. Behavioris berpendapat jika depresi muncul karena ada proses belajar, dan karena itu depresi juga dapat di sembuhkan melalui proses belajar.

Pada pertengahan 1970-an, Peter Lewinsohn berpendapat bahwa depresi disebabkan oleh kombinasi stresor di lingkungan seseorang dan kurangnya keterampilan pribadi/personal skills.

Lebih khusus lagi, stresor lingkungan menyebabkan seseorang menerima positive reinforcement yang sedikit. Menurut teori belajar, menerima positive reinforcement meningkatkan kemungkinan orang akan mengulangi jenis tindakan yang telah mereka lakukan yang membuat mereka menerima penguatan /reinforcement tersebut. Dengan kata lain, orang akan cenderung mengulangi perilaku yang diperkuat. Misalnya, banyak orang datang ke tempat kerja secara teratur untuk menerima gaji, anak anak menjadi rajin belajar karena mereka akan mendapat nilai yang bagus. melalui contoh tersebut, dapat dikatakan jika , bekerja dan belajar adalah perilaku yang dimotivasi oleh uang, tunjangan, dan nilai bagus (positive reinforcement )

Menurut Lewinsohn, orang yang depresi justru adalah orang-orang yang tidak tahu bagaimana menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak lagi mendapatkan positive reinforcement seperti sebelumnya. Misalnya, seorang anak yang baru pindah ke rumah baru dan akibatnya kehilangan kontak dengan teman-teman sebelumnya mungkin tidak memiliki keterampilan sosial yang diperlukan untuk mendapatkan teman baru dengan mudah dan dapat menjadi depresi. Demikian pula, seorang pria yang telah dipecat dari pekerjaannya dan mengalami kesulitan menemukan pekerjaan baru mungkin menjadi depresi. kedua contoh ini menunjukkan jika hilangnya positive reinforcement, berkontribusi bagi munculnya depresi.

 

Selain itu, orang yang depresi biasanya memiliki kesadaran diri yang tinggi tentang kurangnya keterampilan mengatasi masalah, yang sering membuat mereka mengkritik diri sendiri dan menarik diri dari orang lain (misalnya, orang yang depresi mungkin menghindari fungsi sosial dan mendapatkan penguatan yang lebih sedikit daripada sebelumnya. ).

 Lebih buruk lagi, perilaku depresif semakin diperkuat

ketika anggota keluarga dan jaringan sosial mengasihani mereka dan memberi mereka dukungan khusus karena mereka "sakit". Sebagai contoh, beberapa pasangan mungkin merasa kasihan pada pasangan mereka yang depresi dan mulai melakukan tugas-tugas mereka untuk mereka, sementara orang yang depresi berbaring di tempat tidur. Jika orang yang depresi tidak senang melakukan tugas-tugas itu di tempat pertama, tetap tertekan untuk menghindari keharusan melakukan tugas-tugas itu mungkin mulai tampak bermanfaat. Penelitian menunjukkan jika teori Lewinsohn menjelaskan perkembangan depresi beberapa individu, namun tidak menjelaskan bagaimana depresi berkembang pada pasien depresi yang lain.

Umumnya, behavioris tidak terlalu memperhatikan pemikiran, persepsi, evaluasi, atau harapan orang dan sebaliknya hanya berfokus pada perilaku eksternal dan langsung yang dapat diamati dan diukur. hal  ini bukan karena behaviorist tidak menyadari peran perasaan dan pikiran internal sebagai penyebab depresi, tetapi karena mereka menganggapnya relatif tidak relevan dengan proses mempengaruhi perilaku (untuk menjadi depresi), dan  perasaan dan pikiran internal  tersebut terlalu sulit untuk diukur  secara akurat. Namun bantahan terhadap ide ini dijawab melalui adanya penelitian yang mengungkap jika peristiwa internal seperti persepsi, harapan, nilai, sikap, evaluasi pribadi diri dan orang lain, ketakutan, keinginan, dan lain lain, dapat  mempengaruhi perilaku, dan penting untuk diperhitungkan saat melakukan terapi. Implikasi temuan ini berakibat pada kurang populernya pendekatan behavior.

 

Referensi

https://www.mentalhelp.net/depression/psychology-behavioral-theories/

Jumat, 05 November 2021


November Bahagia 💪💜💛

Lisfarika Napitupulu,M.Psi., Psikolog

Penghujung tahun meyapa, november, selangkah lagi menuju penutup tahun 2021. Di beberapa tempat dinegara tropis, november berarti lekat dengan suasana mendung, rintik hujan dan hujan lebat, udara menjadi lebih sejuk. Bahkan, di belahan dunia lain, negara empat musim,november berarti musim gugur, sesaat menuju musim dingin dimana suhu  bahkan bisa lebih rendah dari 0 derajat. Beberapa penelitian menemukan ada orang orang tertentu yang menjadi lebih murung di setiap pergantian musim,dan  hal ini dihubungkan dengan seasonal affection disorder (SAD), bagian dari depresi.

Dikutip dari National institute of mental health, ilmuwan belum sepenuhnya meyakini apa yang menjadi penyebab SAD, namun penelitian menunjukkan berkurangnya kadar serotonin ( unsur kimiawi otak yang membantu mengatur suasana hati) berperan dalam kemunculan SAD. Lebih lanjut, penelitian menunjukkan jika  sinar matahari membantu mengontrol  molekul, dimana molekul ini berperan  membantu mempertahankan kadar serotonin normal, tetapi pada orang dengan SAD,regulasi ini tidak berfungsi dengan baik, sehingga mengakibatkan penurunan kadar serotonin di musim dingin.

However, wherever you are…when you have this feeling try to do positive things, such as being happy!!

Menjadi gembira atau bahagia, salah satu indikasi kesehatan mental yang baik, atau kondisi dimana seseorang menjadi lebih sejahtera secara psikologis. Satu indikatornya adalah having positive relationship with others, memiliki hubungan positif dengan orang lain. 


Individu yang memiliki hubungan positif dengan orang lain, biasanya digambarkan sebagai orang yang hangat, memperhatikan kesejahteraan orang lain, memiliki empati, dan tulus menolong orang lain, memahami konsep memberi dan menerima dengan baik. Bahwa dia memberi bukan karena mengharap imbalan sebagai ganti pemberiannya, namun lebih karena dia melakukan itu karena dengan memberi membuatnya bahagia terlepas dari respon orang yang diberi (suka/tidak suka. Menerima atau menolak), dan biasanya mereka juga senang menerima pemberian orang lain. Mereka menerima pemberian orang dengan tulus, setulus mereka memberi orang lain.Entah bagaimana, ketulusan mereka dalam memberi dan menerima menumbuhkan perasaan bahagia pada orang lain, membuat orang lain merasa penting penting. 

See…sometimes it is easy to find happiness, Isn't it? you don’t have to visit a psychologist to find it? jadi, silahkan periksa bagaimana hubungan interpersonal anda, apakah kita memiliki hubungan interpersonal yang berkualitas ? jika tidak mari kita benahi Bersama.

Selasa, 26 Oktober 2021

 

Bermain Sebagai Sarana Terapeutik Bagi Anak

Oleh : Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog

 Anak-anak perlu mengembangkan berbagai keahlian untuk mengoptimalkan perkembangan mereka

dan mengelola stres . Penelitian menunjukkan kesempatan bermain dengan orang tua dan teman sebaya, baik untuk meningkatkan perkembangan sosial-emosional, kognitif, bahasa dan regulasi diri yang mengembangkan fungsi eksekutif dan prososil di otak. Selanjutnya kesempatan bermain membantu mengembangkan hubungan yang aman dan stabil dengan pengasuh, dimana hubungan yang aman dan stabil penting untuk tumbuh kembang anak. Bermain pada anak adalah hal yang penting karena meningkatkan fungsi dan struktur otak dan meningkatkan perkembangan fungsi eksekutif otak (misalnya proses pembelajaran,bukan hasil belajar).

 

Kurangnya kesempatan bermain (dalam suasana santai dan menyenangka), dapat menimbulkan stress pada anak anak. Hampir semua spesies mahluh hidup mengembangkan keterampilan bermain. Bermain menyediakan kesepatan bago mahlluk hidup untuk mengembangkan keterampilan yang membantu mereka mengembangkan keterampilan bertahan hidup dan reproduksi. Bermain menjadi sarana yang memfasilitasi kesemptana belajar, situasi bermain yang menyenangkan membuat proses belajar lebih mudah untuk diikuti oleh anak anak. Pada manusia, perkembangan keterampilan bermain mengikuti tahapan perkembangan usia. Secara singkat dapat terlihat di tabel berikut :



 

BERMAIN SEBAGAI SARANA TERAPEUTIK

Bermain sebagai sarana terapeutik telah dikenal dengan sebutan terapi bermain/play therapy. Terapi bermain adalah bentuk psikoterapi yang menggunakan permainan untuk membantu anak-anak mengatasi masalah kesehatan emosional dan mental. Dengan menggunakan media bermain, anak-anak dapat mengeksplorasi perasaan mereka dan membaginya dengan terapis atau orang tua.

Terkadang orang dewasa sulit untuk membicarakan permasalahan mereka,  dan anak-anak mungkin merasa lebih sulit untuk melakukan hal  ini.

 

 Bermain adalah cara yang sangat alami di mana seorang anak menjelajahi dunia, dan menemukan solusi untuk masalah sehari-hari. Bermain saja juga bisa menjadi katarsis bagi anak.

 

Dengan 'memainkan' pengalaman hidup dan mengeksplorasi perasaan melalui permainan, anak-anak dapat membuat jarak yang aman dari masalah mereka sehingga mereka dapat memahami dan menerimanya, tanpa merasa dihakimi atau dipaksa untuk berubah.

 

Dalam terapi bermain, penekanannya adalah pada anak dan apa yang terbaik untuk mereka. Dalam terapi bermain, anak diberikan otonomi  untuk mengambil kendali kembali atas hidup mereka dan menyelesaikan apa pun yang menyebabkan penderitaan bagi mereka, dengan kemampuan mereka sendiri, dan melalui media yang nyaman, alami, dan akrab.

Bermain membantu terapis memahami kebutuhan anak melalui pendekatan non-direktif. Terapi bermain juga dapat digunakan selain bentuk penilaian psikologis lainnya. Terkadang, terapis juga dapat menggunakan seni bersama dengan permainan untuk mengungkap emosi anak. Terapi bermain dapat digunakan untuk membantu anak-anak berusia tiga tahun ke atas.

 

Referensi

1.       https://www.whiteswanfoundation.org/mental-health-matters/understanding-mental-health/playing-to-heal-how-does-play-therapy-work

2.       https://pediatrics.aappublications.org/content/142/3/e20182058

3.       Intervensi Non-Klinis untuk anak berkebutuhan khusus (Lisfarika Napitupulu, Yulia Herawati, Tity Hastuty)

Senin, 25 Oktober 2021

 ASSEMEN FUNGSIONAL/ FUNCTIONAL ASSESSMENT

Oleh : Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog

Dikutip dari: Behaviour modification: Principles and modification, 4th edition  (Raymond G. Miltenberger)

 

Salah satu prinsip dasar analisis perilaku adalah bahwa perilaku itu benar/lawful. terlepas dari apakah perilaku itu diinginkan atau tidak diinginkan. kemunculan perilaku dikendalikan oleh variabel lingkungan, yaitu antecedent, consequence.

 

Penilaian fungsional/ Functional assessment adalah proses mengumpulkan informasi tentang antecedent, consequence yang secara fungsional terkait dengan terjadinya perilaku bermasalah. Ini memberikan informasi yang membantu kita untuk  menentukan mengapa masalah perilaku sedang terjadi. Perhatikan contoh berikut :      

“Jakob, anak laki-laki berusia 2 tahun, tinggal bersama ibu dan kakaknya yang berusia 4 tahun. Ibunya memiliki bisnis penitipan anak di rumahnya dan merawat 10-15 anak kecil lainnya, yang dititipkan para orangtua. Selama berinteraksi dengan anak anak tersebut, Jacob memperlihatkan beberapa permasalahan perilaku seperti : melempar benda, membenturkan kepalanya lantai, dan merengek. Ibunya khawatir tentang masalah Jacob dan setuju untuk berpartisipasi dalam eksperimen modifikasi perilaku, yang dilakukan oleh seorang mahasiswa pascasarjana psikologi bernama Rich, untuk mencoba mengurangi perilaku bermasalah Jacob.

 Langkah pertama yang dilakukan Rich adalah melakukan penilaian fungsional (Functional assessment) untuk menentukan mengapa Jacob memiliki perilaku ini.

Pertama, Rich mewawancarai ibu Jacob dan mengajukan pertanyaan tentang masalahnya perilaku,pengaturan kegiatan di daycare , peristiwa yang mendahului kemunculan perilaku bermasalah jacob, konsekuensi dari lingkungan ketika jacob memunculkan perilaku tersebut terlibat dalam perilaku bermasalah, perilaku lain yang ditampilkan jacob, treatmen apa saja yang pernah diterima jacob sebelumnya.

Kedua, (Setelah melakukan wawancara), Rich mengamati Jacob di lokasi penitipan anak. Observasi dilakukan selama beberapa hari, sampai Rich memperoleh kesimpulan (antecedent dan consequences yang berkaitan dengan perilaku Jacob).

Dari hasil observasi dan wawancara, Rich mengembangkan sebuah hipotesis terkait dengan perilaku bermasalah Jacob. Dia memutuskan bahwa :

Jacob  cenderung menampilkan perilaku bermasalah ketika di penitipan anak, ketika anak anak lain mengambil mainannya atau mencoba bermain dengan mainannya, dan sebagai reaksinya Jacob membenturkan kepala, merengek, atau melempar mainan. Melihat perilaku Jacob ini, anak-anak lain  akan berhenti bermain dengan mainannya dan mengembalikan mainan itu kepadanya.

Rich berhipotesis bahwa penguat/reinforcer  untuk perilaku bermasalah Jacob adalah  anak-anak lain memberikan Jacob kembali mainannya ketika Jacob mulai membenturkan kepala, merengek.

Untuk menentukan apakah hipotesis ini benar, Rich melakukan eksperimen singkat. Untuk beberapa hari, dia meminta anak-anak lain di penitipan anak untuk tidak menyentuh mainan Jacob, dan pada hari-hari lain, dia meminta anak-anak untuk bermain dengan mainan Jacob tetapi untuk memberikan mainan kembali kepadanya segera  ketika Jacob menampilkan perilaku bermasalah (membenturkan kepala dsb).

 


Rich menemukan jika Jacob jauh lebih mungkin untuk menampilkan perilaku bermasalah pada hari-hari ketika anak-anak lain bermain dengan mainannya. Namun perilaku tersebut tidak muncul pada hari hari, dimana anak anak tidak menggunakan mainan Jacob. Lebih jauh lagi, hasil eksperimen ini menegaskan bahwa penguat untuk perilaku bermasalah  Jacob adalah bahwa anak-anak lain mengembalikan mainannya segera setelah Jacon menampilkan perilaku bermasalah.

Treatment yang diberikan untuk Jacob adalah dengan mengajarinya  untuk meminta anak-anak lain untuk memberi kembali mainannya ketika mereka mengambilnya. Meminta mainan adalah perilaku yang secara fungsional setara dengan perilaku bermasalah. Hal ini mengajarkan Jacob cara laian untuk mendapatkan benda miliknya degan cara yang lebih positif, dan ketika Jacob melakukan ini, Anak-anak yang meminjam mainannya mengembalikan mainan kepadanya. Namun, bila Jacob menunjukkan perilaku agresif (meminta dengan cara sebelumnya), dia tidak mendapatkan mainannya .


 Berikut beberapa hal yang berhubungan dengan asesmen fungsional


Bersambung...


Selasa, 19 Oktober 2021

 
Pola Perkembangan Atipikal pada Anak

Oleh Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog

Referensi :
Special educational need in the early years by Ruth A Wilson (1998)

Istilah Atipikal dalam mendefinikasian anak berkebutuhan khusus mengacu  pada range keterlambatan /hambatan perkembangan yang dialami oleh anak yang lahir dalam kondisi prematur hingga anak yang mengalami gangguan berat dan beragam. dengan demikian, pola perkembangan atipikal mewakili  kelompok yang sangat heterogen/beragam. Istilah anak yang berkembang secara  atipikal memiliki makna yang sama dengan anak berkebutuhan khusus, yaitu anak anak yang mengalami hambatan perkembangan dibandingkan dengan teman sebayanya

Anak anak dengan berkebutuhan khusus memiliki urutan perkembangan yang sama dengan anak anak non berkebutuhan khusus, yang berbeda adalah usia dimana keterampilan itu dikembangkan. Hal ini karena hambatan yang dialami anak menghalangi anak untuk mencapai keterampilan tertentu. Contoh nyata adalah seorang anak yang mengalami kecacatan tuli/tunarungu dimana anak tidak akan pernah mampu membedakan suara yang diperdengarkan kepadanya.

 Pola perkembangan atipikal dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori umum, yaitu:

1.      Keterlambatan (delay)

Anak anak berkebutuhan khusus dapat mengalami satu atau kombinasi dari kondisi ini. Banyak anak dengan keterlambatan perkembangan dan/atau gangguan memenuhi syarat untuk mendapatkan layanan pendidikan khusus, atau layanan akadmik lainnya. Penting untuk dicatat,  keikutsertaan anak dalam program intervensi dini dapat  meminimalkan dampak keterlambatan dan/atau gangguan yang dialami anak.

menentukan apakah anak mengalami keterlambatan perkembangan jika dibandingkan dengan usia kronologisnya, memerlukan instrumen pengukuran yag valid dan reliabel. Dari skor yang diperoleh, dari alat ukur tadi kemudian dapat ditentukan skor standar deviasi, untuk mengetahui berapa besarnya penyimpangan dari Mean/rata rata. ini adalah model penilaian yang didasarkan pada kurva normal.

Terlepas dari bagaimana mengukur keterlambatan anak, hal yang penting untuk ditindaklanjuti adalah bagaimana menyediakan program pendidikan yang diperlukan untuk mendukung perkembangan anak. Program semacam itu harus dirancang

untuk meminimalkan tingkat keterlambatan perkembangan anak.

 

2.      Gangguan-gangguan (disorders),

Istlah disorder/gangguan  mengacu pada suatu kondisi

yang mengganggu atau mengubah urutan kemajuan perkembangan anak. Dalam konteks tumbuh kembang anak, Istilah disorder dan delay memilki perbedaan, Anak yang mengalami delay, adalah anak yang mengalami keterlambatan perkembangan, namun perkembanganya masih berlanjut sesuai dengan urutan perkembangan yang normal. Namun anak yang mengalami Disorder/ gangguan, tidak akan mengalami urutan perkembangan yang sama dengan anak non berkebutuhan khusus (dalam berbagai aspek tumbuh kembang ). Agar aspek tumbuh kembang yang engamai gangguan tadii dapat berkembang, maka memerlukan proses yang berbeda/ proses lain. Misalnya anak yang memiliki masalah motorik serius, sehingga ia tidak bisa berjalan, maka  agar dapat dapat tetap bergerak, ia harus belajar menggunakan tongkat atau kursi roda. Contoh lain, pada anak yang mendapatkan diagnosa autis non verbal, dimana kemampuan komunikasi verbal tidak akan berkembang seperti anak anak pada umumnya, agar dapat berkomunikasi ia belajar menggunakan alat komunikasi bantu visual.Program intervensi tidak dapat menghilangkan gangguan itu sendiri,namun dapat meminimalkan dampak negatif. Program intervensi bertujuan untuk meminimalkan dampak negatif gangguan  terhadap perkembangan anak.

 

3.      Berbakat/ Gifted                        

Anak anak berbakat adalah anak anak yang memiliki kemampuan yang secara signifikan berbeda dengan anak seusianya. Ada beberapa karakteristik anak anak berbakat, yaitu :

memiliki kosakata yang banyak, memiliki rasa ingin tahu yang luas, memiliki ingatan yang baik, mampu berkonsentrasi dalam jangka waktu lama, menikmati tantangan untuk menyelesaikan masalah, belajar cepat, terkesan dewasa. Program intervensi untuk anak anak berbakat mengakomodir aspek kognitif, kraetif, dan emosi. Anak anak gifted yang tidak mendapatkan penanganan terintegrasi beresiko mnegmbangkan konsep diri yang rendah, mengalami masalah perilaku, gagal mewujudkan potensi yang dimiliki.

Intervensi dini untuk anak  yang berbakat harus mencakup kegiatan dan materi yang meningkatkan kreativitas, mempromosikan proses kognitif yang lebih tinggi, melibatkan anak dalam pemecahan masalah dan penyelidikan, dan mempromosikan perkembangan afektif dan sosial.

 

Kondisi yang beresiko

Adalah kondisi yang dapat menempatkan anak dalam kondisi kekhususan (mengalami keterlambatan atau gangguan). Secara umum. Factor resiko yang dapat menjadikan anak mengalami gangguan dan keterlambatan dibagi dalam 3 kelompok, yaitu:

1. Biological risk

Mencakup kondisi-kondisi di mana terdapat riwayat

komplikasi dan/atau kekhawatiran pada  kondisi prenatal, perinatal, neonatal, atau perkembangan awal. Prenatal mengacu pada waktu pembuahan hingga kelahiran,

sementara perinatal mengacu pada waktu segera sebelum, selama, dan segera setelah lahir. Neonatal merupakan periode dari lahir sampai 30 hari, sedangkan perkembangan awal mengacu pada beberapa tahun pertama kehidupan. Komplikasi atau masalah selama periode ini sering terjadi   karena adanya  cedera pada sistem saraf pusat. Anak-anak dengan risiko biologis termasuk mereka yang lahir prematur, mereka yang beratnya rendah ketika dikandungan, dan mereka yang sebelum lahir

terpapar zat berbahaya (misalnya, obat-obatan, alkohol, dll.)

2.           Establised risk refers to medical/neurological disorder

mengacu pada gangguan medis dan/atau neurologis, misalnya  kondisi seperti sindrom Down dan sindrom Fragile X.

Kondisi ini sering memiliki etiologi yang diketahui (sumber) dan pola perkembangan yang relatif dapat diprediksi yang terkait dengan beberapa tingkat keterlambatan perkembangan.

3.           Environmental risk

Risiko lingkungan mengacu pada situasi dan kondisi di lingkungan anak

yang cenderung mengganggu perkembangan yang sehat. Contoh termasuk gizi buruk,

pelecehan fisik atau psikologis, dan kondisi yang biasanya terkait dengan hidup dalam kemiskinan.

 

 

  Biblioterapi Oleh: Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog Dirangkum dari :Treating child and adolescence aggression through Bibliother...