Senin, 19 Oktober 2020

Intervensi  Non- klinis Anak Berkebutuhan khusus

Bermain sebagai sarana intervensi bagi anak berkebutuhan khusus

Oleh Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog
 

Kegiatan bermain yang dilakukan secara alami, tanpa perencanaan, mampu menjadi sarana sesmen dan interventi, khususnya bagi anak anak yang memiliki permasalahan. Bermain dapat berfungsi sebagai intervensi awal, yang diberikan pada anak berkebutuhan khusus.
Intervensi  awal digambarkan sebagai sistem yang dirancang untuk mendukung pola interaksi keluarga yang paling baik dalam mendorong perkembangan anak (Guralnick, 2001). Intervensi dini  terdiri dari layanan multidisiplin yang diberikan kepada anak-anak sejak lahir sampai usia lima tahun (Shonkoff& Meisels, 2000).Blackman berpendapat bahwa “tujuan intervensi [masa kanak-kanak] adalah untuk mencegahatau meminimalkan keterbatasan fisik, kognitif, emosional, untuk anak anak yang memiliki  faktor risiko biologis atau lingkungan ”(2003: 2).
Sejumlah penelitian menekankan manfaat intervensi awal dalam proses mencapai target dan tujuan perkembangan anak penyandang disabilitas.  Bermain, merupakan salah satu bentuk intervensi awal yang dapat diberikan kepada anak yang mengalami keterlambatan perkembangan/anak anak yang mengalami disabilitas. Bermain memiliki peran sentral dalam intervensi dini untuk anak-anak penyandang disabilitas, dan digunakan sebagai sarana  asesmen  dan intervensi. Beberapa peneliti menganggap bermain bermain sebagai tahapan perkembangan anak, peneliti lainnya menganggap bermain sebagai media untuk pengembangan keterampilan khusus (Bergen, 1987), s (Lifter et al., 2011) . meningkatkan perkembangan dan kemampuan belajar anak (Casby, 2003;Lifter, 2008; Linder, 1993; Nwokah et al., 2013; Pierce, 1997).
 
Orang dewasa sering menggunakan kegiatan bermain untuk membantu anak-anak belajar ,dan sering menuntut permainan itu memiliki fungsi  untuk mencapai target pelajaran tertentu, dari pada untuk bersenang senang.
Tanpa menegsampingkan arti penting belajar,orang dewasa harus ingat bahwa ketika anak anak bermain, mereka tidak mencari fungsi dari bermain tersebut, namun se,estinya  mereka bermain untuk bersenang senang.Apabila kegiatan bermain pada anak terlalu diarahkan orang dewasa, hal ini dapat membuat anak menjadi tertekan, dan membuat mereka memberontak (Sutton-Smith, 1987).
 
Sangat penting untuk  dipahami oleh orang dewasa, jika mereka sebaiknya lebih memfasilitasi kegiatan bermain pada anak, dan mempromosikan permainan positif. Dukungan ini sangat bermanfaat bagi anak yang mengalami hambatan perkembangan.
 
 
Bermain sebagai sarana intervensi  Dini
Doris Bergen, melalui artikelnya yang menyarankan bermain sebagai sarana asesmen, prevensi dan intervensi untuk anak berkebutuhan khusus”(Bergen, 1991: 1).
Penggunaan permainan sebagai konteks untuk asesmen dan intervensi , serta sebagai sarana untuk keberhasilan  dalam perawatan awal dan pengaturan pendidikan intensif dilakukan mulai di1990-an (Buchanan & Johnson, 2009).
 
 Dalam analisis mereka tentang penggunaan permainan di intervensi awal, Lifter et al. (2011) menggambarkan  dua manfaat penting bermain bagi anak-anak penyandang disabilitas, yaitu untuk memfasilitasi pengembangan keterampilan bermain yang lebih baik dan menyediakan konteks /lingkungan bermain yang alami, untuk kepentingan setting klinis (misalnya unuk asesmen, intervensi dan kegiatan rehabilitasi).Program intervensi dini untuk anak-anak penyandang disabilitas umumnya berbasis pada tiga pendekatan berbeda:pendekatan  perilaku, perkembangan, dan kombinasi keduanya.
 
pendekatan perilaku bertujuan untuk menerapkan keterampilan baru, sementara bermaian berrdasarkan dua pendekatan lainnya lebih pada manfaat kegunaan permaian pada anak.
Model  Denver sebagai model awal penerapan konsep bermain, mempromosikan bermain melalui permainan rutin yang alami, jika di kombinasikan  dengan tehnik mengajar yang terstruktur, maka kegiatan ini berhubungan dengan terapi perilaku, dimana tujuannya adalah untuk mengembangkan keterampilan bermain dan kemampuan berbahasa (Rogers & Dawson,2010).
Beberapa program berikut, dikembangkan berdasarkan kombinasi dari dua pendekatan diatas, :
1.       TEACCH (treatmen dan Pendidikan Autis dan Komunikasi Anak berkebutuhan khusus) adalah program intervensi intensif untuk mempromosikan pembelajaran dan pengembangan kemampuan anak, khususnya di bidang komunikasi dan keterampilan sosial,kemandirian, keterampilan mengatasi, dan keterampilan untuk kehidupan sehari-hari. Anak-anak didukung oleh  lingkungan belajar yang sangat terstruktur (Peeremboom, 2003).
2.       JASPER(Joint Attention Symbolic Play Engagement Regulation) menargetkan dasar-dasar komunikasi sosial (perhatian bersama, meniru, bermain), menggunakan strategi naturalistik untuk meningkatkan kecepatan dan kompleksitas komunikasi sosial, dan termasuk orang tua dan guru sebagai pelaksana intervensi meningkatakn kemampuan anak menggeneralisasi keterampilan yang telah diberbagai seting dan aktivitas, peran mereka juga untuk mengontrol perkembangan anak dari waktu kewaktu (Kasari et al., 2012).
 
 

Referensi :

1.    Play in Early Intervention for Children with Disabilities by Vaska Stancheva-Popkostadinova and Tatjana Zorcec

2.    Intervensi Non Klinis Anak berkebutuhan khusus oleh Lisfarika Napitipulu, Tity Hastuty dan yulia Herawati.

 

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

  Biblioterapi Oleh: Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog Dirangkum dari :Treating child and adolescence aggression through Bibliother...