Minggu, 22 November 2020

Jenis Time Sampling

Oleh Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog

whole interval recording

penggunaan whole interval recording ketika observer tertarik unuk mengukur perilaku yang berlangsung sepanjang waktu interval. untuk melakukan metode ini diperlukan alat pencatatan waktu seperti jam dinding, arloji atau stopwatch. rekaman  yang menandakan akhir dari interval juga bergunan jika ingin menggunakan metode ini. perilaku yang dapat diukur dengan meotde ini, misalnya : menulis, berjalan, membaca, mengerjakan suatu tugas.

Prosedur

n  Tentukan tanggal, waktu Observasi

n  Persiapkan instrument observasi

n  Tuliskan perilaku yang akan  diobservasi

n  Tentukan definisi perilaku tersebut

n  Tuliskan berapa lama observasi akan berlangsung

n  Bagilah total waktu observasi menjadi 10 interval observasi, dimana panjangnya interval observasi adalah sama.

n  Semua interval harus memiliki panjang yang sama: durasi waktu Interval bisa dari beberapa detik hingga beberapa menit (kurang dari 11 menit)

n  Total waktu observasi dan panjang interval harus sama setiap kali observasi dilakukan.

n  Amati perilaku yang akan diobservasi. Jika perilaku yang diobservasi muncul, namun terhenti sebelum interval pengamatan selesai (dalam masa pengamatan satu interval, beri tanda O dikolom ), dan jika perilaku masih muncul disepanjang interval waktu pengamatan, maka beri tanda x

n  Diakhir pengamatan, tulis jumlah x, bagi dengan jumlah interval, untuk mendapatkan persentase kemunculan perilaku yang diamati.

 Contoh :

Perilaku yang diobservasi : Perilaku memperhatikan guru dikelas

Nama siswa :

Usia/Kelas   :

Definisi perilaku : Melihat guru ketika guru berbicara,bertanya kepada guru,mengerjakan tugas yang diberikan guru

Lama Observasi Panjang interval : 10 Menit           Panjang interval : 1 menit

Tanggal

Jumlah interval

Total perilaku yang muncul

11/5

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

 

+ atau o

+

+

o

O

o

+

+

+

+

o

6

 

Kesimpulan :

Perilaku memperhatikan guru dikelas muncul sebanyak 6 kali dari 10 interval pengamatan, atau 60 % dari keseluruhan waktu.

Momentary time sampling

Adalah  strategi perekaman interval yang melibatkan pengamatan apakah suatu perilaku terjadi atau tidak terjadi selama jangka waktu tertentu (interval). observer mencari dan mencatat apakah suatu perilaku terjadi atau tidak terjadi sampai akhir interval

Kapan digunakan ?

n  Ketika perilaku yang akan diamati tidak mudah untuk di hitung

n  Ketika perilaku yang diamati sulit untuk ditentukan kapan dimulai dan kapan berakhirnya.

n  Ketika observer memiliki waktu terbatas untuk melakukan observasi, namun perlu mendapatkan perkiraan gambaran perilaku/mengetahui frekwensi kemunculan perilaku.

Bagaimana Prosedur pelaksanaannya?

n  Tentukan tanggal, waktu Observasi

n  Persiapkan instrument observasi

n  Tentukan perilaku yang akan diobservasi

n  Definisikan perilaku tersebut

n  Tentukan interval pengamatan

n  Lakukan observasi

n  Diakhir setiap interval, catat hasil pengamatan. Jika perilaku muncul, beri tanda + dan jika perilaku tidak muncul beri tanda 0.

n  Diakhir observasi, hitung jumlah tanda + , bagi dengan total jumlah interval (untuk mendapatkan persentase kemunculan perilaku.

n  Tulis kesimpulan.

 

Partial interval recording

Merekam  apakah perilaku yang diamati terjadi kapan saja selama interval.

Kapan digunakan ?

mengukur perilaku yang tidak mudah dihitung dengan mengamati jumlah interval waktu

di mana perilaku itu terjadi. Suatu perilaku dikatakan tidak mudah dihitung jika:

a. Sulit untuk mengatakan dengan tepat kapan perilaku dimulai atau kapan berakhir, atau

b. perilaku tersebut Itu terjadi pada kecepatan tinggi sehingga sulit untuk menghitungnya.

c. Pencatatan interval parsial dapat digunakan untuk mengukur perilaku yang terjadi begitu cepat sehingga sulit

untuk menangkap (perilaku itu sendiri tidak berlangsung lama).

 

Prosedur

n  Tentukan tanggal, waktu Observasi

n  Persiapkan instrument observasi

n  Tentukan perilaku yang akan diobservasi

n  Definisikan perilaku tersebut

n  Tentukan interval pengamatan

n  Catat hasil pengamatan. Jika perilaku muncul, beri tanda + dan jika perilaku tidak muncul beri tanda 0.

n  Diakhir observasi, hitung jumlah tanda + , bagi dengan total jumlah interval (untuk mendapatkan persentase kemunculan perilaku.

n  Tulis kesimpulan.

Contoh dari perilaku yang dapat diukur dengan menggunakan pencatatan interval parsial :

-- Perilaku memuji orang lain

-- Partisipasi diskusi dikelasberpartisipasi dalam diskusi kelas.

--Perilaku agresif, misalnya memukul, mengucapkan kata kata yang tidak baik secara norma sosial


 

Metode Pencatatan Observasi dengan menggunakan Time sampling


oleh : Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog

Memahami  time sampling melalui ilustrasi berikut

Kim adalah psikolog yang ditugaskan untuk melakukan evaluasi ata program membaca seusai sekolah. Satu perilaku yang harus dinilai adalah, seberapa sering anak anak membaca selama mengikuti program ? Kim beralasan, cara terbaik untuk mengumpulkan data adalah dengan melakukan observasi langsung seusai sekolah. Kim memilih metode tima sampling.

Time sampling adalah metode mengumpulkan data dimana observer mengamati observee selama rentang waktu tertentu, dan merekam, apakah perilaku yang diamati muncul atau tidak. Misalnya pada contoh diatas, Kim memutuskan untuk melakukan pengamtan selama 2 jam untuk satu kali obeservasi dan berlangsung selama satu bulan. Kim membagi waktu dua jam dalam interval waktu 15 menit. Setelah kim menentukan perilaku apa yang akan diobervasi, kim membuat table pengamatan yang akan digunakan saat melakukan observasi. Dalam proses obervasi, Kim juga membawa sebuah timer (pengukur waktu), untuk memastikan proses obervasi yang dilakukan setiap 15 menit,selama 2 jam.

 

Perilaku yang diamati     : Membaca

Definisi perilaku            : Membaca bahan bacaan yang bersumber dari buku, atau sumber

                                         Bacaan Digital. Membaca bisa dilakukan sendirian atau berkelompok.

Total sesi observasi         : 120 Menit (2 jam)                           Panjang interval waktu: 15 Menit

 

Tanggal

Interval pengamatan

Total jumlah pengamatan yang dilakukan

1

2

3

4

5

6

7

8

Waktu : 3.30-5.30

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ya atau tidak

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Jenis Time sampling :

1.     Whole interval recording

2.     Partial interval recording

3.     Momentary time sampling

 

Referensi

1.https://study.com/academy/lesson/time-sampling-definition-examples.html#:~:text=Time%20sampling%20is%20a%20method,each%20day%20for%20a%20month.

2.     http://www.specialconnections.ku.edu/~specconn/page/assessment/ddm/pdf/Whole_Interval_examplerevised.pdf

3.     Microsoft Word - 5 Momentary Time Sampling.docx (ksdetasn.s3.amazonaws.com)

 

 

 

Kamis, 05 November 2020

 

MENGELOLA EMOSI

Oleh : Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog

 kita memahami bahwa setiap manusia pasti memiliki rentang emosi yang kemunculannya barangkali bervariasi di keseharian kita. Lazimnya pelaku orang dewasa mampu mengelola emosi yang dirasakan saat berada dalam situasi yang menyebabkan reaksi emosi itu muncul, namun pada penyandang autisme mereka memiliki toleransi yang lebih rendah dalam mengatasi situasi yang membuat mereka merasa tertekan, karena itu itu mereka perlu di ajarkan cara untuk mengelola emosi sehingga ketika mereka dihadapkan pada situasi yang membuat mereka tertekan, reaksi emosi yang muncul dapat dikendalikan.

Reaksi emosi pada penyandang autis dapat muncul karena beberapa permasalahan, MISALNYA :

1.       Karena masalah sensori

2.       Adanya perbedaan komunikasi maksudnya, terkadang penyandang autis tidak mampu mengungkapkan ide pikiran atau perasaan yang dia miliki sehingga pikiran pikiran mereka ditanggapi atau tidak ditanggapi oleh orang lain atau bisa juga mereka tidak mampu menangkap Informasi apa yang akan disampaikan orang terhadap diri mereka, nah situasi seperti ini dapat menimbulkan reaksi emosi yang negatif

3.        Ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi selanjutnya jadi pada penyandang autis ketika mereka dihadapkan pada situasi dimana mereka tidak bisa memprediksi Apa yang akan terjadi, bisa jadi karena ini diluar rutinitas mereka

4.       Perubahan rutinitas, seperti yang kita ketahui penyandang autis biasanya sangat rinci dengan rutinitas mereka apabila ini diubah itu juga mampu memicu permasalahan emosi

5.       Penafsiran situasi yang mereka hadapi dari sudut pandang mereka ( memaknai sebuah situasi Itu dari kacamata mereka), dan mereka tidak menyukai hal itu

6.       Berikutnya adalah kecemasan tentang kegagalan nah ini juga bisa memicu reaksi emosi negative

7.       Kesulitan dalam mengetahui adanya aturan, memahami adanya aturan dan menerapkan aturan termasuk kesulitan memahami mengapa aturan tidak konsisten diterapkan misalnya ada variasi dalam penegakan aturan di kelas oleh guru misalnya ada teman yang diperbolehkan untuk melakukan satu hal kemudian dirinya tidak nah ini bagi mereka itu juga bisa memicu reaksi emosi negative.

Manusia memiliki 6 emosi dasar yaitu kebahagiaan, terkejut, sedih, kemarahan takut dan jijik manusia juga umumnya mengalami perasaan yang kompleks seperti rasa malu, bangga bersalah, iri, gembira ,percaya, minat, merasa terhina dan perasaan antisipatif.

Kemampuan memahami dan mengekspresikan emosi mulai berkembang sejak lahir. Pada usia 2 bulan kebanyakan bayi akan tertawa dan mampu menunjukkan tanda-tanda takut akan sesuatu

Di sepanjang masa anak-anak remaja mereka akan terus mengembangkan kemampuan berempati, pengaturan diri, keterampilan dalam mengenali dan mengerti perasaan orang lain dan ketika dewasa biasanya mereka dengan cepat mengenali ekspresi emosional yang tersirat yang ditampilkan orang lain.

Beberapa bentuk kesulitan emosi yang dialami penyandang Autism ?

1.       Penyandang autis  seringkali memiliki masalah dengan emosi, misalnya kesulitan untuk mengenali ekspresi wajah dan emosi yang dialami seseorang, meniru ekspresi orang lain dan menggunakan ekspresi wajah pada situasi yang tepat, memahami dan mengendalikan emosi mereka sendiri, memahami dan menafsirkan emosi yang tampak dari orang lain.

2.       Penyandang autism barangkali terlihat tidak merespon sesuatu secara atau merespon secara berlebihan misalnya mereka mungkin menjadi sangat marah dengan tiba-tiba.

3.       Dalam perkembangan berikutnya penyandang autis Om ini sering sekali terlihat seperti anak yang kurang memperhatikan perilaku emosi dan wajah orang lain mereka seperti tidak menunjukkan ketertarikan pada orang lain atau tertarik pada hal-hal yang sebenarnya menarik

4.       Penyandang autism juga sering sekali kesulitan untuk menggunakan emosi mereka dalam interaksi sosial mereka barangkali terlihat seperti anak yang kurang memperhatikan orang lain dan kurang mampu menghibur orang lain dengan berbagai emosi Mereka cenderung salah membaca situasi dan merespon dengan emosi yang tidak tepat misalnya seorang penyandang autis barangkali tidak mampu menghibur temannya yang sedang terjatuh atau mungkin mereka malah tertawa tanpa menyadari bahwa temannya itu mengalami luka karena terjatuh.

5.       Penyandang autis zam juga kesulitan untuk memahami emosi orang lain karena kemampuan mereka yang rendah dalam memahami ekspresi wajah orang lain ini ada kaitannya dengan kontak mata mereka yang belum bagus ketika mereka berinteraksi dengan orang lain Jadi mereka ketika melakukan pengamatan terhadap wajah orang lain itu berlangsung sebentar dan tidak fokus akibatnya mereka tidak mampu membaca ekspresi emosi orang lain uniknya mereka itu itu memiliki fokus yang lebih sedikit terhadap Mata lawan bicara tapi lebih memperhatikan pada mulut orang yang sedang diajak berbicara Artinya mereka kurang mampu membaca ekspresi wajah seseorang

 

 

Perkembangan Emosi Pada Penyandang Autism.

·       pada usia 12 bulan bayi yang biasanya sedang berkembang dapat membaca wajah kita untuk memahami apa yang kita rasakan sebagian besar balita dan anak-anak kecil mulai menggunakan kata untuk mengungkapkan perasaan meskipun terkadang mereka menunjukkan perilaku tantrum untuk mengekspresikan emosinya ketika luapan emosi yang mereka rasakan begitu besar.

·       Bayi yang kemudian di diagnosa sebagai penyandang autis dapat mengenali perasaan dengan cara yang mirip dengan bayi pada umumnya tetapi mereka lebih lamban dalam mengembangkan respon emosional daripada anak-anak lainnya

·       pada usia 5 sampai 7 tahun anak-anak ini dapat mengenali ekspresi emosi bahagia dan sedih tapi mereka memiliki kesulitan  kesulitan untuk mengenali ekspresi takut dan marah

·       Memasuki usia sekolah penyandang autis yang tidak terlalu parah, cenderung menunjukkan perasaan mereka dengan cara yang mirip yang biasanya ditunjukkan anak-anak non autism tapi mereka sulit untuk menggambarkan perasaan mereka, mereka mungkin mengatakan bahwa mereka tidak merasakan emosi tertentu, dan pada usia yang sama banyak penyandang autis yang lebih parah memiliki kemampuan ekspresi emosi yang lebih rendah dibandingkan anak-anak lainnya.

·       Beranjak memasuki masa remaja penyandang autis masih memiliki kesulitan untuk mengenali emosi takut marah terkejut dan rasa jijik seperti pada remaja lainnya ketika mereka tumbuh menjadi dewasa mereka terus kesulitan mengenali beberapa ekspresi emosi.

 

 

 

 

 

 

Referensi :https://raisingchildren.net.au/autism/development/social-emotional-development/emotional-development-asd

 

 

 

 

 

 

 

 

Strategi Visual : Membantu mengorganisir tugas & Transisi Kegiatan

Oleh Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog

penyandang Autism bisan menjadi stress ketika mereka tidak mampu untuk memahami lingkungan sekitar. Mereka kesulitan untuk memprediksikan apa yang sedang terjadi, apa yang akan terjadi berikutnya dan memahami harapan orang lain. Menyampaikan informasi secara terstruktur, jelas dan konsisten, dan membantu mereka untuk focus, akan membuat mereka lebih baik lagi mengelola stress yang dialami. In idapat diperoleh dengan mengajari mereka, untuk menjawab 4 pertanyaan dasar berikut

 
1.       Apa yang sedang saya lakukan
2.       Berapa lama saya akan melakukan ini, apa yang berikutnya terjadi
3.       Berapa lama saya akan melakukan pekerjaan tersebut
4.     Apa yang akan saya lakukan selanjutnya dan kapan saya bisa melakukan sesuatu yang benar-benar ingin saya lakukan
Penting bagi penyandang autism untuk mendapatkan informasi yang terstruktur dan jelas. salah satu strategi yang digunakan adalah dengan menggunakan strategi visual atau visual strategis. Strategi visual adalah salah satu cara untuk memberikan informasi  secara bersamaan dengan menampilkan informasi visual,membantu penyandang autisme untuk memahami sebuah situasi.
 
Strategi visual itu melibatkan penggunaan beberapa alat misalnya gambar simbol atau objek yang di foto, foto yang disertai tulisan ukuran dari materi visual tersebut. Penyajian strategi visual pada penyandang autis alam ini harus disesuaikan dengan kemampuan pemahaman mereka juga kompleksitas informasi yang diberikan.
 
MENGAPA MENGGUNAKAN STRATEGI VISUAL ?
 
penyandang autism memiliki hambatan komunikasi, mereka kesulitan memproses Informasi yang disampaikan secara lisan dan lebih mudah memproses informasi jika informasi itu diberikan dalam bentuk visual. Ada beberapa keuntungan menggunakan strategi visual.
1.       Memungkinkan anak yang lebih muda untuk melihat tugas yang diberikan
2.        Adanya alat bantu visual memungkinkan mereka untuk mencermati tugas yang diberikan
3.       alat peraga visual itu memberi waktu tambahan bagi penyandang autis untuk memproses informasi
       tugas yang diberikan dalam bentuk visual
4.       Memungkinkan untuk kembali melihat dan mempelajari informasi yang disampaikan
 
KAPAN STRATEGI VISUAL DI GUNAKAN ?
Strategi visual dapat digunakan untuk menyelesaikannya berbagai tujuan. Misalnya untuk mmbantu l siswa memahami situasi, membantu siswa dapat menyelesaikan tugas dengan lebih mandiri.
Strategi visual efektif untuk :
1.       Memberi informasi (Apa, mengapa, dimana, kapan )
2.       Menjelaskan situasi sosial
3.       Memberikan pilihan
4.       Mengajarkan rutinitas baru
5.       Lebih mandiri di lingkungan
-          Menyediakan lingkungan yang terorganisir, terstruktur  akan membantu anak  untuk
        tahu di mana menemukan hal-hal yang mereka butuhkan, dan
       dimana harus menaruhnya saat waktunya untuk membersihkan?
6.       Mengatur lingkungan, beberapa penyandang autis zaman akan sangat terbantu ketika ada ruangan-         ruangan yang sudah di label dengan tanda gambar misalnya gambar meja, gambar kursi yang                  menempel pada meja dan kuris, itu menandakan bahwa mereka bisa duduk di sana
7.   Mendukung transisi atau perpindaha, strategi visual bisa sangat membantu dan mendukung                    penyandang autis untuk memutuskan Kapan Berhenti melakukan sebuah kegiatan atau kapan harus        memulai kembali melakukan sebuah kegiatan atau memberi informasi kepada mereka kapan harus           pindah dari satu lingkungan ke lingkungan yang lain.
8.   Membantu penyandang autisme untuk fokus pada tugas yang sedang dikerjakan, mengingatkan               mereka apa yang saat ini sedang mereka
9. Mengajarkan mereka untuk mengelola waktu. Akan sangat mudah bagi penyandang autis untuk             mengelola waktu ketika menyelesaikan suatu pekerjaan, mengingatkan kapan mereka harus                   menyelesaikan sebuah pekerjaan, atau berapa lama lagi waktu yang mereka miliki. Hal ini mudah           dilakukan, ketika ada objek visual (misalnya dengan menggunakan jam/gambar jam).
 
 

Menyusun Cerita Sosial ( Social Story) Untuk Penyandang Autism

Oleh : Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog.

Cerita Sosial (Social Story)

Cerita sosial adalah gambaran singkat mengenai suatu situasi sosial , peristiwa atau kejadian, dimana cerita tersebut mengandung informasi yang khusus dan akurat mengenai apa yang diharapkan dan mengapa. Cerita ini megarahkan agar seseorang mengambil tindakan tertentu, atau bagaimana bersikap dalam situasi tertentu. Cerita dilenggkap dengan petunjuk, respon-respon  yang tepat. Cerita sosial bertujuan untuk meyakinkan orang . Tujuan dari cerita  sosial tidak mengubah perilaku, tapi mengidentifikasi perilaku dan berbagi informasi  yang mendorong agar orang mengambil pilihan lain. Cerita sosial , menjawab pertanyaan :

Dimana dan kapan situasi terjadi

Siapa yang terlibat

Bagaimana urutan sebuah peristiwa

Apa yang terjadi

Mengapa ?

KAPAN MENGGUNAKAN CERITA SOSIAL ?

Untuk membantu penyandang autism mengembangkan pemahaman yang lebih jauh dengna mengidentifikasikan petunju petunjuk penting di berbagai situasi. Cerita sosial juga dapat digunakan untuk beragam kepentingan, misalnya mengubah rutinitas, memperkenalkan rutinitas baru, menjelaskan perilaku orang lain, mengajarkan keteramnpila sosial baru, menjelaskan rutinitas, aturan, situasi, konsep abstrak, mengembangkan pememahaman akan sebuah harapan, membantu mengajarkan keterampilan akademik baru. cerita sosial juga membantu anak -non autis memahami dunia autis, dan mengapa autis berperilaku terterntu.

Bagaimana cara menggunakan cerita sosial ? prosesnya dimulai dengan mengidentifikasikan kebutuhan penyandang austime. Proses Identifikasi dapat dilakukan melalui observasi dan metode asesmen lain

Cerita sosial yang dibuat haruslah ditulis dengan bahasa yang sesuai dengan tingkat pemahaman penyandang autism dan mencakup kalimat pernyataan mengenai  apa yang diharapkan untuk dilakukan Penyandang autism. Cerita sosial itu bisa ditampilkan dalam bentuk kalimat, gambar atau format newsletter.

Cerita sosial bisa ditulis dari perspektif orang pertama biasanya ini ditujukan untuk anak-anak yang lebih muda atau untuk anak yang memiliki  hambatan. Kata ganti yang digunakan adalah "aku" .Untuk anak-anak yang usianya lebih tua atau orang dewasa, cerita sosial ditampilkan dalam perspektif orang ketiga.

PANDUAN DALAM MENULIS CERITA SOSIAL

1.Nyatakan perilaku yang ingin dikenalkan secara positif, nyatakan Apa yang harus dilakukan

   daripada apa yang tidak harus dilakukan

2. Bahasa yang digunakan sebaiknya bersifat menggambarkan tidak bersifat instruksi

3. Buatlah cerita yang sesuai dengan minat individu atau kemampuan individu

4. Berhati-hatilah dalam memilih kata-kata yang digunakan dalam cerita.

 

Tiga hal yang harus ada dalam cerita sosial :

1.      Pengenalan (nyatakan topik cerita dengan jelas)

2.      Badan cerita (Tambahkan detail, dengan memberikan penjelasan, ayau gambaran)

3.      Kesimpulan  (menyimpulkan cerita  dan merangkum informasi).

 

FORMAT PENULISAN CERITA SOSIAL.

 Pertama, adalah pernyataan deskriptif, isinya memberikan informasi tentang tempat ,kemudian memberikan informasi tentang aktivitas dan orang-orang. kalimat kalimat deskriptif itu menyampaikan fakta yang dapat diamati, kemudian mengidentifikasikan hal-hal yang relevan ,atau mengidentifikasikan hal-hal yang ada di situasi saat itu. Cerita bebas dari opini dan asumsi, kalimatnya logis dan akurat ,seringkali berisi jawaban atas pertanyaan mengapa, bagaimana.  

 

Kedua, pernyataan perspektif cerita sosial dengan format ini biasanya memberikan gambaran tentang kemungkinan reaksi dari orang lain,cerita ini merujuk atau mendeskripsikan keadaan orang lain, menggambarkan atau mendeskripsikan pengetahuan pikiran perasaan, keyakinan, pendapat, motivasi kondisi fisik ,kesehatan orang lain. contoh cerita sosial yang menggunakan format ini :” Kakakku biasanya suka nonton kartun”,  nah  kata “suka” di situ itu menggambarkan perasaan. contoh yang lain :” beberapa anak bekerja keras untuk menyelesaikan soal matematika sehingga mereka bisa punya waktu bermain computer”. Nah,itu contoh cerita sosial yang mengandung unsur motivasi.

 

Ketiga,  cerita sosial yang berbentuk kalimat kooperatif atau kalimat yang mengandung unsur kerjasama dalam cerita ini biasanya mengidentifikasi apa yang akan dilakukan orang lain, mengingatkan orang tua,  teman sebaya,  peran profesional dalam membantu individu, contohnya: “ Guru akan membantu saya mengerjakan tugas apabila Saya tidak paham”.

 

Keempat, cerita sosial ditulis dalam bentuk kalimat kalimat afirmasi. kalimat afirmasi disini adalah kalimat yang memberi penekanan pada kalimat sebelumnya jadi ini lebih sifatnya memperkuat pernyataan sebelumnya. Misalnya  ketika naik mobil kita mengatakan :” pasanglah sabuk pengaman, sabuk pengaman itu penting terpasang untuk menjaga keamanan saat mengemudi “. Afirmasi pada kalimat tersebut menekankan pentingnya menggunakan sabuk pengaman.

 

Kelima, cerita sosial yang ditampilkan dalam bentuk kalimat kalimat direktif. Yaitu kalimat-kalimat yang mengarahkan pada pilihan-pilihan tertentu misalnya mengatakan pada anak :”kamu dapat bermain di taman atau kau bermain di halaman rumah”

 

Keenam

Model cerita sosial yang ke-6 berisi kalimat-kalimat kontrol, biasanya kalimat ini ditulis bersama dengan penyandang autis. kalimat ini berisi atau mengandung penjelasan Apa yang harus dilakukan ketika seorang penyandang autis gagal mencapai tujuannya atau ketika kinerja nya terhambat  misalnya ketika seorang penyandang autis sedang membuat istana pasir istana dari pasir dan kemudian istananya rusak ( reaksi umum nya,adalah tantrum), Nah untuk mengontrol reaksi tersebut, terapis bisa menulis kalimat kontrol  bersama dengan penyandang autis : “kalau istana pasir yang saya buat rusak, teman saya dapat membantu membangun kembali istana pasir yang baru”. contoh yang lain:  “saya bisa menyimpan penerang lampu di samping tempat tidur saya, seandainya listrik mati”. Nah kalimat kedua pada masing masing contoh diatas, merupakan kontrol atas peristiwa dikalimat pertama.

Kalimat kontrol ini berfungsi untuk mengingatkan penyandang autis Apa yang harus dilakukan ketika sebuah kejadian atau ketika sebuah peristiwa terjadi diluar kehendaknya. Tujuannya adalah melatih penyandang autis untuk tidak mudah menjadi tantrum atau mengekspresikan emosi secara berlebihan ketika ada peristiwa yang tidak mereka inginkan.

 

 

 

 

 


  Biblioterapi Oleh: Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog Dirangkum dari :Treating child and adolescence aggression through Bibliother...