Menyusun Cerita Sosial ( Social Story) Untuk Penyandang Autism
Oleh : Lisfarika Napitupulu, M.Psi., Psikolog.
Cerita Sosial (Social Story)
Cerita sosial adalah gambaran singkat mengenai suatu situasi sosial
, peristiwa atau kejadian, dimana cerita tersebut mengandung informasi yang
khusus dan akurat mengenai apa yang diharapkan dan mengapa. Cerita ini
megarahkan agar seseorang mengambil tindakan tertentu, atau bagaimana bersikap
dalam situasi tertentu. Cerita dilenggkap dengan petunjuk, respon-respon yang tepat. Cerita sosial bertujuan untuk
meyakinkan orang . Tujuan dari cerita sosial
tidak mengubah perilaku, tapi mengidentifikasi perilaku dan berbagi
informasi yang mendorong agar orang
mengambil pilihan lain. Cerita sosial , menjawab pertanyaan :
Dimana dan kapan situasi terjadi
Siapa yang terlibat
Bagaimana urutan sebuah peristiwa
Apa yang terjadi
Mengapa ?
KAPAN MENGGUNAKAN
CERITA SOSIAL ?
Untuk membantu penyandang autism mengembangkan pemahaman yang
lebih jauh dengna mengidentifikasikan petunju petunjuk penting di berbagai
situasi. Cerita sosial juga dapat digunakan untuk beragam kepentingan,
misalnya mengubah rutinitas, memperkenalkan rutinitas baru, menjelaskan perilaku
orang lain, mengajarkan keteramnpila sosial baru, menjelaskan rutinitas, aturan,
situasi, konsep abstrak, mengembangkan pememahaman akan sebuah harapan, membantu
mengajarkan keterampilan akademik baru. cerita sosial juga membantu anak -non autis
memahami dunia autis, dan mengapa autis berperilaku terterntu.
Bagaimana cara menggunakan cerita sosial ? prosesnya dimulai
dengan mengidentifikasikan kebutuhan penyandang austime. Proses Identifikasi
dapat dilakukan melalui observasi dan metode asesmen lain
Cerita sosial yang dibuat haruslah ditulis dengan bahasa yang
sesuai dengan tingkat pemahaman penyandang autism dan mencakup kalimat
pernyataan mengenai apa yang diharapkan
untuk dilakukan Penyandang autism. Cerita sosial itu bisa ditampilkan dalam
bentuk kalimat, gambar atau format newsletter.
Cerita sosial bisa ditulis dari perspektif orang pertama
biasanya ini ditujukan untuk anak-anak yang lebih muda atau untuk anak yang memiliki
hambatan. Kata ganti yang digunakan
adalah "aku" .Untuk anak-anak yang usianya lebih tua atau orang
dewasa, cerita sosial ditampilkan dalam perspektif orang ketiga.
PANDUAN DALAM MENULIS
CERITA SOSIAL
1.Nyatakan perilaku yang ingin dikenalkan secara positif, nyatakan
Apa yang harus dilakukan
daripada apa yang
tidak harus dilakukan
2. Bahasa yang digunakan sebaiknya bersifat menggambarkan
tidak bersifat instruksi
3. Buatlah cerita yang sesuai dengan minat individu atau
kemampuan individu
4. Berhati-hatilah dalam memilih kata-kata yang digunakan
dalam cerita.
Tiga hal yang harus ada dalam cerita sosial :
1.
Pengenalan
(nyatakan topik cerita dengan jelas)
2.
Badan
cerita (Tambahkan detail, dengan memberikan penjelasan, ayau gambaran)
3.
Kesimpulan (menyimpulkan cerita dan merangkum informasi).
FORMAT PENULISAN CERITA
SOSIAL.
Pertama, adalah
pernyataan deskriptif, isinya memberikan informasi tentang tempat ,kemudian
memberikan informasi tentang aktivitas dan orang-orang. kalimat kalimat
deskriptif itu menyampaikan fakta yang dapat diamati, kemudian
mengidentifikasikan hal-hal yang relevan ,atau mengidentifikasikan hal-hal yang
ada di situasi saat itu. Cerita bebas dari opini dan asumsi, kalimatnya logis dan
akurat ,seringkali berisi jawaban atas pertanyaan mengapa, bagaimana.
Kedua, pernyataan perspektif cerita sosial dengan format ini
biasanya memberikan gambaran tentang kemungkinan reaksi dari orang lain,cerita
ini merujuk atau mendeskripsikan keadaan orang lain, menggambarkan atau
mendeskripsikan pengetahuan pikiran perasaan, keyakinan, pendapat, motivasi
kondisi fisik ,kesehatan orang lain. contoh cerita sosial yang menggunakan
format ini :” Kakakku biasanya suka nonton kartun”, nah kata “suka” di situ itu
menggambarkan perasaan. contoh yang lain :” beberapa anak bekerja keras untuk
menyelesaikan soal matematika sehingga mereka bisa punya waktu bermain computer”.
Nah,itu contoh cerita sosial yang mengandung unsur motivasi.
Ketiga, cerita sosial yang berbentuk
kalimat kooperatif atau kalimat yang mengandung unsur kerjasama dalam cerita
ini biasanya mengidentifikasi apa yang akan dilakukan orang lain, mengingatkan
orang tua, teman sebaya, peran profesional dalam membantu individu, contohnya:
“ Guru akan membantu saya mengerjakan tugas apabila Saya tidak paham”.
Keempat, cerita sosial ditulis dalam bentuk kalimat kalimat
afirmasi. kalimat afirmasi disini adalah kalimat yang memberi penekanan pada
kalimat sebelumnya jadi ini lebih sifatnya memperkuat pernyataan sebelumnya. Misalnya
ketika naik mobil kita mengatakan :” pasanglah
sabuk pengaman, sabuk pengaman itu penting terpasang untuk menjaga keamanan
saat mengemudi “. Afirmasi pada kalimat tersebut menekankan pentingnya
menggunakan sabuk pengaman.
Kelima, cerita sosial yang ditampilkan dalam bentuk kalimat
kalimat direktif. Yaitu kalimat-kalimat yang mengarahkan pada pilihan-pilihan
tertentu misalnya mengatakan pada anak :”kamu dapat bermain di taman atau kau
bermain di halaman rumah”
Keenam
Model cerita sosial yang ke-6 berisi kalimat-kalimat kontrol,
biasanya kalimat ini ditulis bersama dengan penyandang autis. kalimat ini
berisi atau mengandung penjelasan Apa yang harus dilakukan ketika seorang
penyandang autis gagal mencapai tujuannya atau ketika kinerja nya
terhambat misalnya ketika seorang penyandang autis sedang membuat istana
pasir istana dari pasir dan kemudian istananya rusak ( reaksi umum nya,adalah
tantrum), Nah untuk mengontrol reaksi tersebut, terapis bisa menulis kalimat
kontrol bersama dengan penyandang autis : “kalau istana pasir yang saya
buat rusak, teman saya dapat membantu membangun kembali istana pasir yang baru”.
contoh yang lain: “saya bisa menyimpan penerang lampu di samping tempat
tidur saya, seandainya listrik mati”. Nah kalimat kedua pada masing masing
contoh diatas, merupakan kontrol atas peristiwa dikalimat pertama.
Kalimat kontrol ini berfungsi untuk mengingatkan penyandang
autis Apa yang harus dilakukan ketika sebuah kejadian atau ketika sebuah
peristiwa terjadi diluar kehendaknya. Tujuannya adalah melatih penyandang autis
untuk tidak mudah menjadi tantrum atau mengekspresikan emosi secara berlebihan
ketika ada peristiwa yang tidak mereka inginkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar